INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Si Kelingking

Si Kelingking yaitu seorang cowok miskin yang tinggal di sebuah kampung di kawasan Jambi, Indonesia. Ia dipanggil Kelingking lantaran ukuran tubuhnya hanya sebesar jari kelingking. Walaupun demikian, ia memiliki istri seorang putri raja yang bagus jelita. Bagaimana si Kelingking sanggup mempersunting seorang putri raja? Kisahnya sanggup Anda ikuti dalam dongeng Si Kelingking berikut ini.

* * *
Si Kelingking

Alkisah, di sebuah dusun di Negeri Jambi, ada sepasang suami-istri yang miskin. Mereka sudah puluhan tahun membina rumah tangga, namun belum dikaruniai anak. Segala perjuangan telah mereka lakukan untuk mewujudkan harapan mereka, namun belum juga membuahkan hasil. Sepasang suami-istri itu benar-benar dilanda keputusasaan. Suatu ketika, dalam keadaan frustasi mereka berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa.

“Ya Tuhan Yang Maha Tahu segala yang ada di dalam hati manusia. Telah usang kami menikah, tetapi belum juga mendapatkan seorang anak. Karuniankanlah kepada kami seorang anak! Walaupun hanya sebesar kelingking, kami akan rela menerimanya,” pinta sepasang suami-istri itu.

Beberapa bulan kemudian, sang Istri mengandung. Mulanya sang Suami tidak percaya akan hal itu, lantaran tidak ada gejala kehamilan pada istrinya. Di samping lantaran umur istrinya sudah tua, perut istrinya pun tidak terlihat ada perubahan. Meski demikian, sebagai seorang wanita, sang Istri benar-benar yakin kalau dirinya sedang hamil. Ia mencicipi ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam perutnya. Ia pun berusaha meyakinkan suaminya dengan mengingatkan kembali pada doa yang telah diucapkan dulu.

“Apakah Abang lupa pada doa Abang dulu. Bukankah Abang pernah memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa semoga diberikan seorang anak walaupun sebesar kelingking?” tanya sang Istri mengingatkan.

Mendengar pertanyaan itu, sang Suami pun termenung dan mengingat-ingat kembali doa yang pernah beliau ucapkan dulu.

“O iya, kau benar, istriku! Sekarang Abang percaya bahwa kau memang benar-benar hamil. Pantas saja perutmu tidak kelihatan membesar, lantaran bayi di dalam rahimmu hanya sebesar kelingking,” kata sang Suami sambil mengelus-elus perut istrinya.

Waktu terus berjalan. Tak terasa usia kandungan istrinya telah genap sembilan bulan. Pada suatu malam, sang Istri benar-benar melahirkan seorang bayi pria sebesar kelingking. Betapa bahagianya sepasang suami-istri itu, alasannya yaitu sudah memperoleh seorang anak yang sudah usang mereka idam-idamkan. Mereka pun memberinya nama Kelingking. Mereka mengasuhnya dengan penuh kasih sayang hingga menjadi dewasa. Hanya saja, tubuhnya masih sebesar kelingking.

Pada suatu hari, Negeri Jambi didatangi Nenek Gergasi. Ia yaitu hantu pemakan insan dan apa saja yang hidup. Kedatangan Nenek Gergasi itu menciptakan penduduk Negeri Jambi menjadi resah, termasuk keluarga Kelingking. Tak seorang pun warga yang berani pergi ke ladang mencari nafkah. Melihat keadaan itu, Raja Negeri Jambi pun segera memerintahkan seluruh warganya untuk mengungsi.

“Anakku! Ayo bersiap-siaplah! Kita harus pindah dari tempat ini untuk mencari tempat lain yang lebih aman,” ajak ayah Kelingking.

Mendengar undangan ayahnya itu, Kelingking termangu dan termenung sejenak. Ia berpikir mencari cara untuk mengusir Nenek Gergasi itu. Setelah menemukan caranya, Kelingking pun berkata kepada ayahnya, “Tidak, Ayah! Aku tidak mau pergi mengungsi.”

“Apakah kau tidak takut ditelan oleh Nenek Gergasi itu?” tanya ayahnya.

“Ayah dan Emak jangan khawatir. Aku akan mengusir Nenek Gergasi itu dari negeri ini,” jawab si Kelingking.

“Bagaimana cara kau mengusirnya, sedangkan tubuhmu kecil begitu?” tanya emaknya.

“Justru lantaran itulah, saya sanggup mengusirnya,” jawab si Kelingking.

“Apa maksudmu, Anakku?” tanya emaknya bingung.

“Begini Ayah, Emak. Tubuhku ini hanya sebesar kelingking. Jadi, saya gampang bersembunyi dan tidak akan terlihat oleh hantu itu. Aku mohon kepada Ayah semoga mengembangkan saya lubang untuk tempat bersembunyi. Dari dalam lubang itu, saya akan menakut-nakuti hantu itu. Jika hantu itu telah mati, akan saya beritakan kepada Ayah dan Emak serta semua penduduk,” kata Kelingking.

Sang Ayah pun memenuhi permintaan Kelingking. Ia menciptakan sebuah lubang kecil di erat tiang rumah paling depan. Setelah itu, ayah dan emak Kelingking pun berangkat mengungsi bersama warga lainnya. Maka tinggallah sendiri si Kelingking di dusun itu. Ia pun segera masuk ke dalam lubang untuk bersembunyi.

Ketika hari menjelang sore, Nenek Gergasi pun tiba hendak memakan manusia. Alangkah marahnya ketika ia melihat kampung itu sangat sepi. Rumah-rumah penduduk tampak kosong. Begitu pula dengan kandang-kandang ternak.

“Hai, manusia, kambing, kerbau, dan ayam, di mana kalian? Aku tiba ingin menelan kalian semua. Aku sudah lapar!” seru Nenek Gergasi dengan geram.

Kelingking yang mendengar teriakan itu pun menyahut dari dalam lubang.

“Aku di sini, Nenek Tua.”

Nenek Gergasi sangat heran mendengar bunyi manusia, tapi tidak kelihatan manusianya. Ia pun mencoba berteriak memanggil manusia. Betapa terkejutnya ia ketika teriakannya dijawab oleh sebuah bunyi yang lebih keras lagi. Hantu itu pun mulai ketakutan. Ia menerka ada insan yang sangat sakti di kampung itu. Beberapa ketika kemudian, si Kelingking menggertaknya dari dalam lubang persembunyiannya.

“Kemarilah Nenek Geragasi. Aku juga lapar. Dagingmu niscaya enak dan lezat!”

Mendengar bunyi gertakan itu, Nenek Gergasi eksklusif lari tungganglanggang dan terjerumus ke dalam jurang dan mati seketika. Si Kelingking pun segera keluar dari dalam lubang tempat persembunyiannya. Dengan perasaan lega, ia pun segera memberikan informasi bangga itu kepada kedua orangtuanya dan para warga, kemudian mengajak mereka kembali ke perkampungan untuk melaksanakan keseharian menyerupai biasanya. Mereka pun sangat kagum pada kesaktian Kelingking.

Berita wacana keberhasilan Kelingking mengusir Nenek Gergasi itu hingga ke indera pendengaran Raja. Kelingking pun dipanggil untuk segera menghadap sang Raja. Kelingking ditemani oleh ayah dan emaknya.

“Hai, Kelingking! Benarkah kau yang telah mengusir Nenek Gergasi itu?” tanya sang Raja.

“Benar, Tuanku! Untuk apa hamba berbohong,” jawab si Kelingking sambil memberi hormat.

“Baiklah, Kelingking. Aku percaya pada omonganmu. Tapi, ingat! Jika hantu pemakan insan itu tiba lagi, maka tahu sendiri akibatnya. Kamu akan kujadikan masakan tikus putih peliharaan putriku,” acam sang Raja.

“Ampun, Tuanku! Jika hamba terbukti berbohong, hamba siap mendapatkan eksekusi itu. Tapi, kalau hamba terbukti tidak berbohong, Tuanku berkenan mengangkat hamba menjadi Panglima di istana ini,” pinta Kelingking.

Walaupun permintaan Kelingking itu sangatlah berat, sang Raja menyanggupinya dengan pertimbangan bahwa mengusir hantu Nenek Gergasi tidaklah mudah.

Setelah itu, Kelingking bersama kedua orangtuanya memohon diri untuk kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang, ayah dan emaknya selalui dihantui rasa cemas dan takut kalau-kalau Nenek Gergasi kembali lagi. Hal itu berarti nyawa anaknya akan terancam. Sesampainya di rumah, mereka pun meminta kepada Kelingking semoga menceritakan bagaimana ia berhasil mengusir hantu itu. Kelingking pun menceritakan semua kejadian itu dari awal kedatangan hantu itu hingga lari tungganglanggang.

“Apakah kau yakin Nenek Gergasi tidak akan kembali lagi ke sini?” tanya ayahnya.

Mendengar pertanyaan itu, Kelingking terdiam. Hatinya tiba-tiba dihinggapi rasa ragu. Jangan-jangan hantu itu kembali lagi. Rupanya, si Kelingking tidak mengetahui bahwa Nenek Gergasi itu telah mati lantaran terjerumus ke dalam jurang.

Seminggu telah berlalu, Nenek Gergasi tidak pernah muncul lagi. Namun, hal itu belum menciptakan hati Kelingking tenang. Suatu hari, ketika pulang dari ladang bersama ayahnya, ia menemukan mayit Nenek Gergasi di jurang. Maka yakinlah ia bahwa Nenek Gergasi telah mati dan tidak akan lagi mengganggu penduduk Negeri Jambi.

Keesokan harinya, Kelingking bersama kedua orangtuanya segera menghadap raja untuk menandakan bahwa ia benar-benar tidak berbohong. Dengan kesaksian kedua orangtuanya, sang Raja pun percaya dan memenuhi janjinya, yakni mengangkat Kelingking menjadi Panglima.

Setelah beberapa bulan menjadi Panglima, Kelingking merasa perlu seorang pendamping hidup. Ia pun memberikan keinginannya itu kepada kedua orangtuanya.

“Ayah, Emak! Kini saya sudah dewasa. Aku menginginkan seorang istri. Maukah Ayah dan Emak pergi melamar putri Raja yang bagus itu untukku?” pinta Kelingking.

Alangkah terkejutnya kedua orangtuanya mendengar permintaan Kelingking itu.

“Ah, kau ini ada-ada saja Kelingking! Tidak mungkin Baginda Raja mau mendapatkan lamaranmu. Awak kecil, selera gedang (besar),” sindir ayahnya.

“Tapi, kita belum mencobanya, Ayah! Siapa tahu sang Putri mau mendapatkan lamaranku,” kata Kelingking.

Mulanya kedua orangtuanya enggan memenuhi permintaan Kelingking. Tapi, sehabis didesak, akhirnya mereka pun terpaksa menghadap dan siap mendapatkan caci maki dari Raja. Ternyata benar, ketika menghadap, mereka mendapat cacian dari Raja.

“Dasar anakmu si Kelingking itu tidak tahu diuntung! Dikasih sejengkal, minta sedepa. Sudah diangkat menjadi Panglima, minta nikah pula!” hardik sang Raja.

Mendengar bentakan itu, kedua orangtua Kelingking tidak sanggup berbuat apa-apa. Mereka pun pulang tanpa membawa hasil. Mendengar informasi itu, Kelingking tidak berputus asa. Ia meminta semoga mereka kembali lagi menghadap Raja, namun hasilnya pun tetap nihil. Akhirnya, Kelingking tetapkan pergi menghadap bersama ibunya. Sesampainya di istana, mereka tetap disambut oleh keluarga istana. Sang Putri pun hadir dalam pertemuan itu. Kelingking memberikan eksklusif lamarannya kepada Raja.

“Ampun, Tuanku! Izinkanlah hamba menikahi putri Tuanku,” pinta Kelingking kepada sang Raja.

Mengetahui bahwa ayahandanya niscaya akan murka kepada Kelingking, sang Putri pun mendahului ayahnya berbicara.

“Ampun, Ayahanda! Perkenankanlah Ananda mendapatkan lamaran si Kelingking. Ananda bersedia mendapatkan Kelingking apa adanya,” sahut sang Putri.

“Nanti engkau menyesal, Putriku. Masih banyak cowok tepat dan gagah di negeri ini. Apa yang kau harapkan dari cowok sekecil Kelingking itu,” ujar sang Raja.

“Ampun, Ayahanda! Memang banyak cowok gagah di negeri ini, tapi apa jasanya kepada kerajaan? Sementara si Kelingking, meskipun tubuhnya kecil, tapi ia telah berjasa mengusir dan membunuh hantu Nenek Gergasi,” tandas sang Putri.

Mendengar pernyataan putrinya, sang Raja tidak berkutik. Ia gres menyadari bahwa ternyata si Kelingking telah berjasa kepada kerajaan dan seluruh penduduk di negeri itu. Akhirnya, sang Raja pun mendapatkan lamaran si Kelingking.

Seminggu kemudian. Pesta kesepakatan nikah Kelingking dengan sang Putri dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam dengan dimeriahkan oleh aneka macam pertunjukan seni dan tari. Tamu undangan berdatangan dari aneka macam penjuru Negeri.

Dari kejauhan, tampak hanya sang Putri yang duduk sendirian di pelaminan. Si Kelingking tidak kelihatan lantaran tubuhnya terlalu kecil. Di antara tamu undangan, ada yang berbisik-bisik membicarakan wacana kedua mempelai tersebut.

“Kenapa sang Putri mau menikah dengan si Kelingking? Bagaimana ia sanggup mendapatkan keturunan, sementara suaminya hanya sebesar kelingking?” tanya seorang tamu undangan.

“Entahlah! Tapi, yang jelas, sang Putri menikah dengan si Kelingking bukan lantaran ingin mendapatkan keturunan, tapi ia ingin membalas jasa kepada si Kelingking,” jawab seorang tamu undangan lainnya.

Usai pesta kesepakatan nikah putrinya, sang Raja memperlihatkan sebagian wilayah kekuasaannya, pasukan pengawal, dan tenaga kerja kepada si Kelingking untuk membangun kerajaan sendiri. Setelah istananya jadi, Kelingking bersama istrinya memimpin kerajaan kecil itu. Meski hidup dalam kemewahan, istri Kelingking tetap menderita batin, lantaran si Kelingking tidak pernah mengurus kerajaan dan sering pergi secara belakang layar tanpa memberitahukan istrinya. Namun, anehnya, setiap Kelingking pergi, tidak usang kemudian seorang cowok gagah menunggang kuda putih tiba ke kediaman istrinya.

“Ke mana suamimu si Kelingking?” tanya cowok gagah itu.

“Suamiku sedang bepergian. Kamu siapa hai orang muda?” tanya sang Putri.

“Maaf, bolehkah saya masuk ke dalam?” pinta cowok itu.

“Jangan, orang muda! Tidak baik berdasarkan adat,” cegat sang Putri.

Pemuda itu pun tidak mau memaksakan kehendaknya. Dia pun berpamitan dan pergi entah ke mana. Melihat gelagat absurd cowok itu, sang Putri pun mulai curiga. Pada malam berikutnya, ia berpura-pura tidur. Si Kelingking yang menerka istrinya sudah tidur pulas pergi secara diam-diam. Namun, ia tidak menyadari kalau ternyata istrinya membututinya dari belakang.

Sesampainya di tepi sungai, si Kelingking pun eksklusif membuka pakaian dan menyembunyikannya di balik semak-semak. Kemudian ia masuk berendam ke dalam sungai seraya berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sebentar sehabis membaca doa, tiba-tiba seorang cowok gagah berkuda putih muncul dari dalam sungai. Alangkah, terkejutnya sang Putri menyaksikan kejadian itu.

“Hai, bukankah cowok itu yang sering tiba menemuiku?” gumam sang Putri.

Menyaksikan kejadian itu, sadarlah sang Putri bahwa cowok gagah itu yaitu suaminya, si Kelingking. Dengan cepat, ia pun segera mengambil pakaian si Kelingking kemudian membawanya pulang dan segera membakarnya. Tidak berapa usang sehabis sang Putri berada di rumah, cowok berkuda itu tiba lagi menemuinya kemudian berpamitan menyerupai biasanya. Namun, ketika sang Putri akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba cowok gagah itu kembali lagi menemuinya.

“Maafkan Kanda, Istriku! Percayalah pada Kanda, Dinda! Kanda ini yaitu si Kelingking. Kanda sudah tidak sanggup lagi menjadi si Kelingking. Pakaian Kanda hilang di semak-semak. Selama ini Kanda hanya ingin menguji kesetiaan Dinda kepada Kanda. Ternyata, Dinda yaitu istri yang setia kepada suami. Izinkanlah Kanda masuk, Dinda!” pinta cowok gagah itu.

Dengan perasaan senang dan gembira, sang Putri pun mempersilahkan cowok itu masuk ke dalam rumah, lantaran ia tahu bahwa cowok gagah itu yaitu suaminya, si Kelingking. Setelah itu, sang Putri pun bercerita kepada suaminya.

“Maafkan Dinda, Kanda! Dindalah yang mengambil pakaian Kanda di semak-semak dan sudah Kanda bakar. Dinda bermaksud melaksanakan semua ini lantaran Dinda ingin melihat Kanda menyerupai ini, gagah dan tampan,” kata sang Putri.

Kelingking pun merasa senang melihat istrinya senang lantaran memiliki suami yang gagah dan tampan. Akhirnya, mereka pun hidup bahagia. Si Kelingking memimpin negerinya dengan berilmu dan bijaksana, dan rakyatnya hidup hening dan sejahtera.

* * *

Demikian dongeng Si Kelingking dari kawasan Jambi, Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori dongeng yang mengandung pesan-pesan moral yang sanggup dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pelajaran moral yang sanggup dipetik dari dongeng di atas bahwa bentuk dan ukuran badan seseorang tidak sanggup dijadikan pedoman rendah atau luhurnya kepribadian seseorang. Hal ini tampak pada diri si Kelingking, meskipun ukuran tubuhnya kecil, tapi ia telah berjasa kepada rakyat dan negerinya, alasannya yaitu sudah mengusir Nenek Gergasi.

Sumber:
Kaslani. Buku Cerita Rakyat dari Jambi 2. Jakarta, Grasindo. 1998.

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel