INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Asal Mulu Burung Ntaapo-Apo (Cendrawasih)

Selama ini orang mengira burung cenderwasih hanya ada di Papua. Tapi, tahukah Anda bahwa burung jenis ini ternyata juga terdapat di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kabupaten Muna? Masyarakat di sana menyebutnya dengan nama burung Ntaapo-apo. Menurut cerita, burung ini merupakan penjelmaan seorang anak pria yang berjulukan La Ane. Bagaimana La Ane sanggup bermetamorfosis menjadi burung Ntaapo-Apo? Ikuti kisahnya dalam dongeng Asal Mula Burung Ntaapo-Apo berikut ini.

Dahulu, di sebuah kampung di tempat Muna, Sulawesi Tenggara, hiduplah seorang janda bersama seorang anak laki-lakinya berjulukan La Ane. Suaminya meninggal dunia ketika La Ane masih bayi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, janda itu mengolah kebun yang luasnya tidak seberapa. Kebun itu ia tanami ubi dan jagung untuk dimakan sehari-hari. Selain kebun, sang suami juga mewariskan seekor kuda jantan.

Janda itu amat sayang kepada La Ane. Ia merawatnya dengan penuh kasih sayang sampai tumbuh menjadi besar. Namun, La Ane yang telah menginjak usia pandai balig cukup akal itu tidak pernah membantu ibunya bekerja. Dari berdiri sampai tidur lagi, kerjanya hanya bermain gasing bersama teman-temannya. Ia gres pulang ke rumah jikalau perutnya sudah lapar. Tapi, sesudah kenyang, ia kembali bermain gasing.

Sang ibu mulai tidak bahagia melihat kelakuan anaknya yang semakin hari semakin malas. Ia sudah berkali-kali mengajaknya pergi ke kebun, namun La Ane selalu menolak.

“Buat apa bekerja setiap hari. Capek, Bu,” begitu selalu kata La Ane.

“Anakku, kita mau makan apa kalau tidak bekerja?” ujar ibunya.

“Ibu saja yang bekerja. Aku lebih bahagia bermain gasing bersama teman-temanku daripada ikut bekerja di kebun,” kata La Ane dengan cuek.

“Kalau begitu, makan saja itu gasingmu!” tukas ibunya dengan nada kesal.

La Ane tetap saja tidak peduli pada nasehat ibunya. Ia pergi meninggalkan rumah menuju ke rumah teman-temannya. Sang ibu yang masih kesal sedang menyiapkan makanan di meja makan. Namun, bukannya nasi dan jagung rebus yang disiapkan, melainkan gasing yang dipotong kecil-kecil kemudian ditempatkan di dalam kasopa (tempat jagung dan ubi). Tali gasing itu juga dipotong-potong kemudian ditaruh di dalam kaghua (tempat sayur atau ikan).

“Huh, makanlah gasing dan talinya itu, anak malas!” geram sang ibu.

Janda itu kemudian pergi ke kebun. Menjelang siang hari, La Ane pun kembali dari bermain alasannya lapar. Alangkah terkejutnya ia sesudah melihat kasopa dan kaghua di atas meja yang berisi potongan-potongan gasing dan talinya.

“Oh, Ibu. Engkau benar-benar murka kepadaku? Padahal, saya lapar sekali,” keluh La Ane.

Dengan perasaan sedih, La Ane naik ke atas loteng rumahnya. Di atas loteng itu ia duduk melamun sambil memikirkan nasibnya.

“Ibu sudah tidak sayang lagi kepadaku. Lebih baik menjadi burung saja sehingga saya sanggup terbang ke sana ke mari mencari makan sendiri,” ucap La Ane.

Ucapan La Ane rupanya menjadi kenyataan. Begitu ia selesai berucap, tiba-tiba sekujur tubuhnya perlahan-lahan ditumbuhi bulu berwarna-warni yang indah dan berkilauan. Selang beberapa ketika kemudian, anak pemalas itu pun berubah menjadi seekor burung. Ia kemudian hinggap di atap rumahnya sambil berkicau dengan merdu.

Saat hari menjelang sore, sang Ibu kembali dari kebun. Ia pun memanggil-manggil anaknya.
“La Ane… La Ane…, kau di mana anakku?!” teriaknya.

Sudah berkali-kali ibu itu berteriak, namun tak ada jawaban. Dengan panik, ia segera keluar dari rumah. Ketika berada di depan rumah, ia pun melihat seekor burung bertengger di atap rumah sambil bernyanyi merdu. Janda itu hampir pingsan melihat pada burung itu masih memperlihatkan gejala anaknya.

“Oh, anakku, maafkan Ibu. Turunlah, Nak!” bujuk sang Ibu.

Nasi sudah menjadi bubur. La Ane yang telah bermetamorfosis menjadi burung itu mustahil lagi berubah menjadi manusia. Ia akan menjadi burung untuk selama-lamanya. Ketika ibunya berteriak memanggilnya, ia sudah tidak mendengarnya lagi. Ia terbang dan hinggap di atas pohon pinang sambil berkicau.

“Ntaapo-apo… Ntaapo-apo!” demikian kicauan burung itu.

Sang ibu tak henti-hentinya memanggil anaknya. Namun, burung itu tetap tidak mau kembali. Ia terbang menuju ke hutan belantara untuk mencari makan. Sang ibu pun tidak sanggup berbuat apa-apa, kecuali menyesal atas perlakuannya terhadap anak semata wayangnya itu.

Sejak insiden itu, burung yang suka berkicau “ntaapo-apo” itu dinamakan burung Ntaapo-apo. Hingga ketika ini, burung yang ibarat dengan burung cenderawasih itu masih sering terdengar kicauannya dari dalam hutan di tempat Muna, Sulawesi Tenggara.

* * *

Demikian dongeng Asal Usul Burung Ntaapo-Apo dari Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pesan moral yang sanggup dipetik dari dongeng di atas yaitu anak pemalas dan badung ibarat La Ane pada kesannya akan menerima malapetaka.

Sumber:
https://womentalkingfitstyle.blogspot.com//search?q=asal-mula-burung-ntaapo-apo

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel