INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Sesentola Dan Burung Garuda

Sesentola ialah seorang lelaki muda yang mempunyai nafsu makan yang sangat besar. Oleh alasannya ialah orangtuanya tidak bisa lagi menghidupinya, Sesentola pun pergi dari kampungnya. Namun, negeri yang ditujunya ternyata sedang tertimpa musibah. Penduduk negeri itu hanya tinggal satu orang, yang lainnya telah mati akhir diserang oleh garuda raksasa. Apa yang akan dilakukan selanjutnya? Simak kisahnya dalam dongeng Sesentola dan Burung Garuda berikut ini!

Dahulu, di kawasan Sulawesi Tengah, hiduplah sepasang suami istri. Sudah puluhan tahun mereka menikah namun belum juga dikaruniai seorang anak. Meskipun demikian, mereka tidak pernah berputus asa. Setiap malam mereka berdoa kepada Tuhan semoga dikaruniai anak, walau bagaimana pun keadaannya. Hingga pada suatu ketika, sang istri pun hamil.

“Terima kasih, Tuhan. Engkau telah mengabulkan doa kami. Jika anak itu telah lahir, hamba berjanji akan merawat dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang,” ucap sang suami.

Beberapa bulan kemudian, sang istri pun melahirkan seorang anak pria yang mereka beri nama Sesentola. Sejak dilahirkan, terlihat ada gejala keajaiban pada diri anak itu. Ia amat berpengaruh minum susu. Terkadang, ia menangis alasannya ialah merasa kurang kenyang. Sang ibu pun mulai kebingungan melihat keadaan anaknya.

“Pak, anak kita masih lapar padahal air susuku sudah habis. Apa yang harus kita lakukan?” tanya sang istri bingung.

“Sebaiknya kita beri suplemen masakan saja,” ujar suaminya.

“Tapi bukankah bisa membahayakan pencernaannya bila anak kita yang masih bayi ini diberi masakan orang dewasa?” tanya sang istri.

“Kita harus bagaimana lagi, Bu? Jika tidak diberi masakan tambahan, ia pasti akan menangis terus,” ujar sang suami.

Suami-istri itu pun memutuskan untuk memberi nasi bubur kepada anak mereka. Rupanya, sepiring nasi bubur tidak cukup mengenyangkan Sesentola. Sekali makan, Sesentola yang masih bayi itu bisa menghabiskan 2-3 piring nasi. Demikian seterusnya, semakin hari ia semakin berpengaruh makan. Namun, di balik itu, Sesentola mempunyai kekuatan luar biasa yang tidak diketahui oleh orangtuanya.

Beberapa tahun kemudian, Sesentola tumbuh menjadi remaja. Kebiasaan makan banyak pun semakin meningkat. Sekali makan ia bisa menghabiskan satu bakul nasi. Hal itulah yang menciptakan sang bapak mulai kesal alasannya ialah merasa sudah tidak bisa lagi memberi makan anaknya.

“Bu, saya sudah tidak berpengaruh lagi dengan keadaan ini. Anak kita semakin banyak makannya. Lama-lama kita sendiri bisa mati kelaparan,” keluh sang suami.

Sampai suatu ketika, sang ayah benar-benar sudah berpengaruh lagi menghadapi keadaan tersebut. Ia pun berniat untuk melenyapkan nyawa anak kandungnya sendiri. Sang istri pun tidak sanggup berbuat apa-apa dengan keputusan suaminya.

Suatu hari, sang ayah mengajak Sesentola untuk menjala ikan di sungai yang banyak buayanya. Sesentola pun menuruti usul ayahnya. Setiba di sungai, sang bapak segera melemparkan jalannya ke tengah sungai. Setelah itu, ia memerintahkan Sesentola untuk mengambil jala tersebut.

“Sesentola, cepat ambil jala itu! Pasti sudah banyak ikan yang tertangkap di dalamnya!” perintah sang bapak.

“Baik, Pak,” jawab Sesentola.

Begitu Sesentola menyelam ke dasar sungai untuk mengangkat jala itu, sang bapak cepat-cepat meninggalkannya. Ia menerka anaknya itu pasti sudah mati dimakan buaya. Sesampai di rumah, ia pun menceritakan hal itu kepada istrinya.

“Bu, Sesentola pasti sudah mati dimakan buaya. Kita tidak akan kelaparan lagi,” kata sang suami.

Baru saja sang suami berkata demikian, tiba-tiba terdengar teriakan dari depan rumah.

“Bapak, saya pulang! Lihatlah yang saya bawa ini!”

Pasangan suami-istri itu tersentak kaget.

“Pak, bukankah itu bunyi anak kita, Sesentalo?” tanya sang istri.

Dengan perasaan cemas, sang suami segera keluar. Betapa terkejutnya alasannya ialah ia mendapati Sesentola sedang memanggul seekor buaya besar.

“Lihat, Pak! Aku berhasil menangkap seekor buaya besar,” kata Sesentola.

Sang bapak pun terdiam, tidak percaya dengan apa yang saksikannya. Untung ia cepat tersadar sehingga niat jahatnya tidak diketahui oleh Sesentola. Karena rencananya gagal, ia segera mencari cara lain untuk melenyapkan nyawa anaknya. Ia teringat pada pohon beringin besar di tepi sungai. Maka, pada keesokan harinya ia pun mengajak Sesentola untuk pergi menebang pohon beringin itu.

“Sesentola, ayo bantu Bapak menebang pohon beringin yang ada di tepi sungai itu,” ajak sang bapak.

“Baik, Pak,” jawab Sesentola.

Bapak dan anak itu pun berangkat ke tepi sungai. Sang bapak sengaja mengarahkan rebahnya pohon itu ke tempat Sesentola berdiri. Begitu pohon beringin itu roboh, tak ayal badan Sesentola pun tertimpa pohon.

“Aduuhhh…!” jerit Sesentola.

Setelah itu, Sesentola tidak lagi bersuara. Sang bapak pun menerka anaknya telah mati. Maka, cepat-cepatlah ia kembali ke rumahnya dan menceritakan tragedi itu kepada istrinya. Namun, tiba-tiba terdengar bunyi Sesentola.

“Bapak, saya pulang!” teriak Sesentola di depan rumah.

Alangkah terkejutnya sang bapak ketika melihat anaknya sedang memikul pohon beringin yang ditebangnya tadi. Ia semakin tidak percaya melihat kekuatan anaknya itu. Sang istri eksklusif meneteskan air mata. Ia merasa kasihan melihat nasib anak semata wayangnya itu atas perlakuan sang suami terhadapnya.

Sementara itu, Sesentola yang telah menyadari niat jahat sang bapak mulai kesal. Meski demikian, ia tidak ingin melawan bapaknya. Ia merasa bahwa lebih baik pergi daripada terus membebani kedua orangtuanya.

“Jika Bapak dan Ibu sudah tidak bisa lagi menghidupiku, lebih baik saya pergi saja. Aku akan mencari penghidupan sendiri,” kata Sesentola.

“Baiklah, Anakku. Bawalah benda pusaka ini,” ujar sang ibu seraya menyerahkan panah bermata tiga dan cincin pusaka.

“Ingatlah, ketika kau hendak memakai panah ini harus disertai menyebut bab badan musuh yang hendak kau bidik. Jika kau menyebut mata, anak panah itu akan mengenai mata musuhmu. Kalau engkau sakit, rendamlah cincin ini ke dalam air. Kemudian teteskanlah air itu di bab tubuhmu yang sakit, pasti kau akan sembuh,” terperinci ibu Sesentola.

“Terima kasih, Bu. Jagalah diri kalian baik-baik,” kata Sesentola.

Usai berpamitan kepada ibu dan bapaknya, Sesentola pun pergi meninggalkan kampung halamannya. Ia berjalan tanpa tentu arah hingga balasannya hingga di sebuah ibukota kerajaan. Namun anehnya, kota itu menyerupai tidak berpenghuni.

“Hai, kenapa kota ini sepi sekali? Pergi ke mana penduduknya?” gumam Sesentola dengan heran.

Setelah Sesentola mengelilingi kota itu, tampaklah sebuah rumah megah. Ia berpikir bahwa rumah itu pastilah istana raja. Dengan langkah perlahan-lahan, Sesentola memasuki istana itu. Namun, tak seorang pun yang terlihat. Hanya ada sebuah gendang rasasa di dalamnya. Karena penasaran, Sesentola pun berniat memukul gendang itu. Begitu ia hendak memukulnya, tiba-tiba ada bunyi perempuan yang menegurnya.

“Hai, jangan kau pukul gendang ini! Aku ada di dalamnya,” seru bunyi itu, “Ayo cepat sembunyi!”

Sesentola pun menuruti seruan itu. Begitu masuk ke dalam gendang itu, ia mendapati seorang gadis cantik.

“Hai, siapa kau dan kenapa bersembunyi di sini?” tanya Sesentola heran.

“Sssstt…! Jangan keras-keras, nanti garuda itu tiba menyerang lagi,” ujar perempuan itu.

“Garuda apa maksudmu?” tanya Sesentola bertanya dengan pelan.

“Namaku Lemontonda. Tinggal akulah satu-satunya yang masih hidup di negeri ini. Penduduk lainnya telah mati diserang burung garuda yang sangat ganas,” ungkap Lemontonda.

Mendengar dongeng itu, Sesentola pun berniat untuk membinasakan garuda itu.

“Jangan takut, Lemontonda! Aku akan memberi pelajaran garuda itu,” ujar Sesentola.

“Jangan! Garuda itu sangat sakti. Lagipula ia tidak sendiri, dan masih ada Raja Garuda berjulukan Vandebulava yang lebih sakti,” kata Lemontonda.

“Tenang saja. Aku akan menghadapi mereka dengan senjata pusakaku ini,” kata Sesentola sambil mengatakan senjatanya.

Beberapa ketika kemudian, seekor garuda tiba dan terbang berkeliling di atas istana. Garuda itu mengetahui keberadaan Sesentola dan gadis itu. Dengan gagah berani, Sesentola segera keluar kemudian membidik mata garuda itu dengan panahnya. Begitu terlepas dari busurnya, anak panah itu melesat dengan cepat dan sempurna mengenai mata garuda itu hingga tembus. Garuda itu pun jatuh dan tewas seketika.

Mengetahui kabar tersebut, Raja Garuda menjadi murka. Ia segera memerintahkan seekor garuda berjulukan Vandease untuk menangkap Sesentola.

“Tangkap dan bawa anak muda itu ke mari! Jika tidak mau, habisi saja dia!” seru Raja Garuda.

“Baik, Tuan!” jawab Vandease.

Vandease pun menemukan Sesentola dan memintanya untuk menyerahkan diri, namun cowok sakti itu tidak mau. Sesentola kemudian menarik busurnya kemudian membidik kening garuda itu. Anak panah pun melesat dan sempurna mengenai kening garuda itu hingga tewas seketika. Melihat hal itu, Lemontonda berpesan kepada Sesentola.

“Berhati-hatilah, Sesentola! Raja Garuda itu sebentar lagi datang. Ia sangat sakti,” ujar Lemontonda.

“Baiklah, tolong siapkan segelas air untuk merendam cincin ini!” pinta Sesentola seraya menyerahkan cincinnya kepada Lemontonda, “Jika saya pingsan, tolong teteskan air ini ke mataku.”

Tak berapa usang kemudian, Vandebulava pun datang. Sesentola segera membidik leher garuda itu. Anak panahnya kemudian melesat menembus leher Raja Garuda. Karena kesaktiannya, sebelum jatuh, Raja Garuda sempat menyambar Sesentola hingga pingsan.

Melihat Sesentola pingsan, Lemontonda segera meneteskan air rendaman cincin pusaka ke mata cowok itu. Beberapa ketika kemudian, Sesentola pun siuman. Dengan tewasnya Raja Garuda, negeri itu kembali aman. Sesentola pun mengajak Lemontonda untuk menikah. Gadis itu bersedia tapi dengan satu syarat.

“Aku bersedia menikah asalkan kau bisa menghidupkan kembali orangtuaku dan seluruh rakyat negeri ini,” pinta Lemotonda.

Sesentola pun menyanggupi syarat itu. Konon, dengan kesaktiannya, Sesentola berhasil menghidupkan kembali seluruh penduduk negeri itu. Ia pun menikah dengan Lemontonda dan diangkat menjadi raja di negeri itu. Selanjutnya, Sesentola memboyong orangtuanya ke istana. Mereka pun hidup berbahagia.

Sumber :
https://womentalkingfitstyle.blogspot.com//search?q=cerita-rakyat-sulteng-sesentola-dan
 ialah seorang lelaki  muda yang mempunyai nafsu makan yang sangat besar Sesentola dan Burung Garuda

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel