Datuk Kerungkung Bebulu
Cerita rakyat dari Kabupaten Tebo, Jambi
Cerita Datuk Kerungkung Bebulu bersahabat kaitannya dengan legenda terjadinya Bukit Siguntang. Datuk ini berjulukan lengkap Datuk Baju Merah Kerungkung Bebulu. Gelar baju merah alasannya yaitu setiap kali berperang bajunya selalu memerah oleh percikan darah lawan-lawannya. Disebut kerungkung bebulu, alasannya yaitu saat dilahirkan kerungkungnya ditumbuhi bulu.
Awal kisah bermula dari Sang Raja Negeri Selado Sumai yang kehilangan pedang pusaka warisan leluhur berjulukan Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan. Entah di mana rimbanya dan tidak mengetahui siapa yang mencurinya, diperintahkanlah Datuk Kerungkung Bebulu yang sakti tiada tanding di kerajaan Salado Sumai untuk mencari pedang tersebut.
Perintah dijalankan, tanpa takut dan gentar. Seorang diri menjelajahi rimba dan kembah gunung. Di suatu goa kerikil yang kelam dan dingin, Datuk Kerungkung Bebulu merayap menyusup di kegelapan goa. Sampai di ujung goa di atas sebuah kerikil papak duduk sesosok orang renta yang komat kamit membaca rapalan. Dari lubang di atas sang pertapa menyorot cahaya matahari kolam lampu fokus dan sinartersebut menerpa sebilah pedang pusaka kerajaan yang hilang dan sekarang sudah dipangkuan Datuk Panglimo Tahan Akik asal Ranah Pagaruyung.
Singkat dongeng terjadilah perebutan yang dahsyat, saling tendang, saling hempas menghempas. Tujuh hari berturut-turut perkelahian berlangsung tanpa ada gejala kalah atau menang dari kedua belah pihak. Setiap malam mendatang hingga terbit matahari mereka seolah setuju dipakai beristirahat memulihkan kekuatan untuk melanjutkan pertarungan. Masa istirahat dipakai keduanya mencari dedaun dan apa saja yang sanggup dimakannya sehabis itu keduanya sama-sama beritirahat terlelap dalam kegelapan dinding goa.
Hari ketujuh medan lag beralih ke luar goa. Maka bertumbangan pohon terlibas baku hantam. Rata tanah tercukur babatan dan injakan kaki dua insan yang berlaga mati-matian. Pada suatu kesempatan sekelebat mata Datuk Karungkung Bebulu berhasil menangkap kaki Datuk Panglimo Tahan Takik dan menghempaskannya. Bedegam bunyinya, bergetar bumi kolam gempa dan terlepaslah pedang Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan dari pegangan dan mental melayang ke udara. Kesempatan yang berharga itu dimanfaatkan dan melayanglah Datuk Karungkung Bebulu menangkap pedang pusaka kerajaan Selado Sumai. Kemudian melesat meninggalkan medan laga. Tak hayal Datuk Panglimo Tahan Takik melesat pula. Saling berkejar-kejaran menampilkan ilmu lari cpat dan kelihatan kelit berkelit disela semak dan pepohonan. Binatang rimba berserabutan ketakutan. Tujuh lurah tujuh pematang telah mereka lalui. Di suatu ceruk sempit mereka terhenti, alasannya yaitu dihadapannya ternganga verbal seekor ular raksasa siap menelan apapun.
Entah siapa yang memulai, didapat komitmen siapa yang sanggup membunuh ular itu, dialah yang berhak atas pedang Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan.
Kesempatan pertama dilakukan oleh Panglimo Tahan Takik. Dengan sebilah keris panjang ditikamnya sekuat tenaga tubuh ular raksasa itu. Berdencing memekakan telinga. Keris itu bengkok dan patah alasannya yaitu beradu dengan kulit ular yang keras itu. Sang ular tak bergeming dan tak cidera sedikitpun. Tangan Panglimo Tahan Takik membengkak. Sendi-sendi pergelangan, siku dan bahunya terasa nyeri. Terangsang oleh gelak tawa Datuk Kerungkng Bebulu dengan hawa murka meledak-ledak Panglimo Tahan Takik menghunus keris pendek dari pinggangnya dan melesat kembali menghantam tubuh ular besar yang mengerikan itu. Berkali-kali terlihat percikan api disela keplan debu yang berterbangan. Akhirnya Panglimo Tahan Takik luruh bersimbah keringat. Tak jauh dihadapannya ular raksasa siap melahap sambil melilitkan pengecap merah bercabangnya. Dengan langkah tegap penuh keyakinan Datu Kerungkung Bebulu berjalan hingga dihadapan ular raksasa. Mata merahnya mendelik menyeramkan menatao sang datuk yang berani mati bangun beberapa depa di depan juluran lidahnya.
Sambil menghunus pedang pusaka kerajaan yang berhasil direbutnya dari Panglimo Tahan Takik, Datuk Kerungkung Bebulu menjulangkannya di atas kepala sambil melapal mantra-mantra sakti. Bersamaan dengan gelegar yang membahana dan kilat putih kebiruan keluar dari ujung senjata pusaka milik kerajaan Selado Sumai, melesat bayangan ke arah sang ular meliuk dan melilit tubuh raksasa yang tak sempat mengelak atau bergerak. Sebuah raungan menggeledek dan Datuk Karungkung Bebulu melihat ke arah ular yang berdebam kolam gunung runtuh, tubuh ular raksasa menghantam bumi. Tubuhnya terkupas terpotong tiga. Bagian kepala menuju ke arah Panglimo Tahan Takik dan penggalan ekornya ibarat bernyawa meliuk ke arah Datuk Karungkung Bebulu.
Dengan sisa tenaga yang ada serta berselaput hawa murka dan kecewa yang amat sangat. Bagian kepala ular raksasa ditendang melambung ke udara dan lenyap dari pemandangan. Konon penggalan kepala itu jatuh di Ngarai Si Anok dan mental kembali teronggok dua yang kemudian menjadi gunung Merapi dan Singgalang. Bagian ekornya yang melesat, ditangkap dan dibaling-balingkan kemudian dilemparkan jauh ke angkasa dan jatuh ke negeri Palembang mejelma menjadi Bukit Siguntang-guntang. Sedangkan penggalan perutnya yang tertinggal di tempat itu dibiarkan dan akibatnya berubah menjadi menjadi Bukit Siguntang. Kata-kata guntang dalam bahasa Sansekerta berarti terlindung atau pelampung pada pancing. Bisa juga kemungkinan guntang mengalami perubahan lafal dari kata buntang = bangkai, yakni bangkai/buntangnya ular raksasa. Berkat tekad dan kegigihan Datuk Karungkung Bebulu maka terlindunglah negeri Selado Sumai dari penjarahan Panglimo Tahan Takik dan amukan ular besar. Tak pelak lagi lingkungan Bukit Seguntang merupakan wilayah yang ideal bagi wisata paranormal alasannya yaitu menyimpan misteri magis.
Mitos perihal tokoh Datuk Kerungkung Bebulu ini merupakan salah satu dongeng rakyat Jambi yang ada di tempat Kabupaten Tebo. Tokoh Datuk Karungkung Bebulu dipercaya masyarakat alasannya yaitu di tempat tersebut terdapat makam Datuk Kerungkung Bebulu. Dari tokoh mitos inilah kemudian muncul legenda perihal Bukit Siguntang. Oleh Junaidi T. Noor, mitos ini kemudian dituliskan dalam sebuah buku Geografi Pariwisata Kabupaten Bungo Tebo (1999) yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Dati II Bungo Tebo (pada waktu itu Bungo Tebo masih dalam satu kabupaten. Pada tahun 2000, otonomi tempat menjadikan kabupaten itu terpisah menjadi dua kabupaten, yaitu kabupaten Bungo dan kabupaten Tebo.
Awal kisah bermula dari Sang Raja Negeri Selado Sumai yang kehilangan pedang pusaka warisan leluhur berjulukan Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan. Entah di mana rimbanya dan tidak mengetahui siapa yang mencurinya, diperintahkanlah Datuk Kerungkung Bebulu yang sakti tiada tanding di kerajaan Salado Sumai untuk mencari pedang tersebut.
Perintah dijalankan, tanpa takut dan gentar. Seorang diri menjelajahi rimba dan kembah gunung. Di suatu goa kerikil yang kelam dan dingin, Datuk Kerungkung Bebulu merayap menyusup di kegelapan goa. Sampai di ujung goa di atas sebuah kerikil papak duduk sesosok orang renta yang komat kamit membaca rapalan. Dari lubang di atas sang pertapa menyorot cahaya matahari kolam lampu fokus dan sinartersebut menerpa sebilah pedang pusaka kerajaan yang hilang dan sekarang sudah dipangkuan Datuk Panglimo Tahan Akik asal Ranah Pagaruyung.
Singkat dongeng terjadilah perebutan yang dahsyat, saling tendang, saling hempas menghempas. Tujuh hari berturut-turut perkelahian berlangsung tanpa ada gejala kalah atau menang dari kedua belah pihak. Setiap malam mendatang hingga terbit matahari mereka seolah setuju dipakai beristirahat memulihkan kekuatan untuk melanjutkan pertarungan. Masa istirahat dipakai keduanya mencari dedaun dan apa saja yang sanggup dimakannya sehabis itu keduanya sama-sama beritirahat terlelap dalam kegelapan dinding goa.
Hari ketujuh medan lag beralih ke luar goa. Maka bertumbangan pohon terlibas baku hantam. Rata tanah tercukur babatan dan injakan kaki dua insan yang berlaga mati-matian. Pada suatu kesempatan sekelebat mata Datuk Karungkung Bebulu berhasil menangkap kaki Datuk Panglimo Tahan Takik dan menghempaskannya. Bedegam bunyinya, bergetar bumi kolam gempa dan terlepaslah pedang Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan dari pegangan dan mental melayang ke udara. Kesempatan yang berharga itu dimanfaatkan dan melayanglah Datuk Karungkung Bebulu menangkap pedang pusaka kerajaan Selado Sumai. Kemudian melesat meninggalkan medan laga. Tak hayal Datuk Panglimo Tahan Takik melesat pula. Saling berkejar-kejaran menampilkan ilmu lari cpat dan kelihatan kelit berkelit disela semak dan pepohonan. Binatang rimba berserabutan ketakutan. Tujuh lurah tujuh pematang telah mereka lalui. Di suatu ceruk sempit mereka terhenti, alasannya yaitu dihadapannya ternganga verbal seekor ular raksasa siap menelan apapun.
Entah siapa yang memulai, didapat komitmen siapa yang sanggup membunuh ular itu, dialah yang berhak atas pedang Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan.
Kesempatan pertama dilakukan oleh Panglimo Tahan Takik. Dengan sebilah keris panjang ditikamnya sekuat tenaga tubuh ular raksasa itu. Berdencing memekakan telinga. Keris itu bengkok dan patah alasannya yaitu beradu dengan kulit ular yang keras itu. Sang ular tak bergeming dan tak cidera sedikitpun. Tangan Panglimo Tahan Takik membengkak. Sendi-sendi pergelangan, siku dan bahunya terasa nyeri. Terangsang oleh gelak tawa Datuk Kerungkng Bebulu dengan hawa murka meledak-ledak Panglimo Tahan Takik menghunus keris pendek dari pinggangnya dan melesat kembali menghantam tubuh ular besar yang mengerikan itu. Berkali-kali terlihat percikan api disela keplan debu yang berterbangan. Akhirnya Panglimo Tahan Takik luruh bersimbah keringat. Tak jauh dihadapannya ular raksasa siap melahap sambil melilitkan pengecap merah bercabangnya. Dengan langkah tegap penuh keyakinan Datu Kerungkung Bebulu berjalan hingga dihadapan ular raksasa. Mata merahnya mendelik menyeramkan menatao sang datuk yang berani mati bangun beberapa depa di depan juluran lidahnya.
Sambil menghunus pedang pusaka kerajaan yang berhasil direbutnya dari Panglimo Tahan Takik, Datuk Kerungkung Bebulu menjulangkannya di atas kepala sambil melapal mantra-mantra sakti. Bersamaan dengan gelegar yang membahana dan kilat putih kebiruan keluar dari ujung senjata pusaka milik kerajaan Selado Sumai, melesat bayangan ke arah sang ular meliuk dan melilit tubuh raksasa yang tak sempat mengelak atau bergerak. Sebuah raungan menggeledek dan Datuk Karungkung Bebulu melihat ke arah ular yang berdebam kolam gunung runtuh, tubuh ular raksasa menghantam bumi. Tubuhnya terkupas terpotong tiga. Bagian kepala menuju ke arah Panglimo Tahan Takik dan penggalan ekornya ibarat bernyawa meliuk ke arah Datuk Karungkung Bebulu.
Dengan sisa tenaga yang ada serta berselaput hawa murka dan kecewa yang amat sangat. Bagian kepala ular raksasa ditendang melambung ke udara dan lenyap dari pemandangan. Konon penggalan kepala itu jatuh di Ngarai Si Anok dan mental kembali teronggok dua yang kemudian menjadi gunung Merapi dan Singgalang. Bagian ekornya yang melesat, ditangkap dan dibaling-balingkan kemudian dilemparkan jauh ke angkasa dan jatuh ke negeri Palembang mejelma menjadi Bukit Siguntang-guntang. Sedangkan penggalan perutnya yang tertinggal di tempat itu dibiarkan dan akibatnya berubah menjadi menjadi Bukit Siguntang. Kata-kata guntang dalam bahasa Sansekerta berarti terlindung atau pelampung pada pancing. Bisa juga kemungkinan guntang mengalami perubahan lafal dari kata buntang = bangkai, yakni bangkai/buntangnya ular raksasa. Berkat tekad dan kegigihan Datuk Karungkung Bebulu maka terlindunglah negeri Selado Sumai dari penjarahan Panglimo Tahan Takik dan amukan ular besar. Tak pelak lagi lingkungan Bukit Seguntang merupakan wilayah yang ideal bagi wisata paranormal alasannya yaitu menyimpan misteri magis.
Mitos perihal tokoh Datuk Kerungkung Bebulu ini merupakan salah satu dongeng rakyat Jambi yang ada di tempat Kabupaten Tebo. Tokoh Datuk Karungkung Bebulu dipercaya masyarakat alasannya yaitu di tempat tersebut terdapat makam Datuk Kerungkung Bebulu. Dari tokoh mitos inilah kemudian muncul legenda perihal Bukit Siguntang. Oleh Junaidi T. Noor, mitos ini kemudian dituliskan dalam sebuah buku Geografi Pariwisata Kabupaten Bungo Tebo (1999) yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Dati II Bungo Tebo (pada waktu itu Bungo Tebo masih dalam satu kabupaten. Pada tahun 2000, otonomi tempat menjadikan kabupaten itu terpisah menjadi dua kabupaten, yaitu kabupaten Bungo dan kabupaten Tebo.
sumber :
https://womentalkingfitstyle.blogspot.com//search?q=mitos-mitos-daerah-jambi
http://sayaindonesia.com/viewtopic.php?f=765&t=892&sid=681e6b8eca389fbb453b1796ac17f6bc