Terjadinya Pohon Kelapa
Pada zaman dahulu hiduplah seorang pria berjulukan Mora dengan istrinya yang manis berjulukan Taribuy. Mora dan Taribuy yaitu insan pertama yang mendiami pulau Moor. Selama bertahun-tahun mereka berdua hidup ditengah-tengah hutan pulau karang itu. Kehidupan mereka hanya bergantung pada tumbuh-tumbuhan hutan dan hasil kebun mereka menyerupai tunas bambu (rebung), buah dan daun genemo, serta kacang merah dan kacang hijau.
Perjalanan hidup perkawinan dua sejoli suami istri ini berlangsung aman, tenang dan sejahtera bertahun-tahun lamanya. Hanya masih tersisa satu harapan mereka berdua kepada sang pencipta, yaitu mereka ingin memperoleh anak. Sang pencipta mendengar harapan mereka, maka pada suatu hari Taribuy mencicipi suatu perubahan dalam dirinya. Pada awalnya ia masih bertanya-tanya apakah gerangan yang beliau alami ini, sehabis di renungkan akibatnya beliau tau bila yang dialami ini yaitu balasan dari sang pencipta akan keinginannya dan suaminya selama ini. Ia memahami bahwa didalam dirinya telah berlangsung suatu proses kehidupan, benih hasil cinta kasih antara dirinya dan suaminya selama bertahun-tahun. Ia hamil! Keadaan ini makin di rasakan ketika usia kehamilannya memasuki bulan ketiga dan keempat. Begitu Mora mengetahui bahwa istrinya sedang mengandung,betapa gembiranya beliau sehingga beliau mengambil keputusan untuk melaksanakan semua pekerjaan yang biasa mereka lakukan berdua. Sedang istrinya diharuskan tinggal di rumah menjaga keselamatannya dan juga bayi yang ada di kandungannya. Mora sangat senang dengan kehamilan istrinya dan beliau sangat bersemangat mengolah kebun serta perjuangan yang lainnya.
Tak terasa tibalah waktunya istrinya Taribuay akan melahirkan. Mereka berdua mempersiapkan segala sesuatu untuk kelahiran anak mereka. Akhirnya Taribuay melahirkan seorang anak pria dan diberi nama “Reio” yang artinya “kasihan dia”.
Hanya kebahagian yang selalu ada dalam kaluarga ini. Waktu terus berlalu hingga Reio sudah berumur lima tahun. Pertumbuhannya sangat di perhatikan oleh kedua orang tuanya. Mereka begitu besar hati terhadap anak pria mereka satu-satunya itu. Kehadirannya sungguh menyenangkan hati mereka, menjadi penghibur dikala kepenatan tiba menghantui mereka.
Sayangnya, sang pencipta berkehendak lain! Mora ayah Reio mulai jatuh sakit. Sakitnya tak terobati, walaupun telah di lakukan aneka macam perjuangan untuk mengembalikan kesehatannya. Segala perjuangan mereka tidak membuahkan hasil. Akhirnya Mora meninggal dunia, meninggalkan Taribuy dan Reio.
Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir Mora memanggil istrinya dan berkata: “Bila saya meninggal, kuburlah mayat saya di halaman rumah dan kamu jaga serta bersihkan. Kalau ada flora yang tumbuh di situ, kamu jaga dan rawatlah dengan baik lantaran flora itu sanggup menjamin kehidupan kalian berdua”. Taribuy dan Reio dengan tekun melaksanakan amanah yang dibebankan oleh Mora. Hari berlalu bulan pun berganti, Reio dengan setia menjaga pusara ayahnya sambil menanti apa yang akan terjadi menyerupai apa yang di pesankan ayahnya sebelum meninggal.
Akhirnya pada suatu malam, tumbuhlah sebatang pohon di antara pusara ayahnya, tepatnya di kepingan kepala pusara ayahnya. Pohon itu dirawat dan di pelihara dengan baik, sehingga makin hari makin besar dan akibatnya berbuah. Reio dan ibunya Taribuy yang tidak pernah melihat pohon dan buah tersebut, merasa heran melihat bentuk dan jenis buah yang dihasilkan pohon tersebut.
Sambil memegangi buah dari pohon tersebut Reio mulai mereka-reka apa yang akan dilakukan dengan buah tersebut. Akhirnya beliau mulai menguliti buah itu. beliau mulai menguliti kulit serabut buah yang sangat tebal dan dibalik kulit itu ternyata masih ada tempurung yang cukup keras. Setelah memecah tempurungnya maka terlihatlah isinya yang berwarna putih, yaitu daging kelapa. Dan pada buah yang masih muda dagingnya lembut dan pada buah yang sudah bau tanah dagingnya agak keras. Walau demikian tidak terlalu jauh berbeda cita rasa antara keduanya. Maka buah yang berasal dari pohon yang tumbuh di kepingan kepala pusara Mora itu mencitrakan dirinya sendiri. Sabut kelapa mencitrakan rambutnya, tempurungnya mencitrakan tulangnya, mata dan verbal dicitraka pada tiga lubang yang biasanya terdapat di kepingan puncak buah, dan air yang terdapat di dalam tempurung mencitrakan darahnya. Sedangkan isi dari buah itu mencitrakan daging dari badan Mora, dan tombong atau bakal tunas mencitrakan jantungnya. Buah itu di beri nama dalam bahasa Moor “ Nera” yang artinya kepala Mora.
Dengan demikian bertambahlah perbendaharaan tumbuhan yang mereka miliki. Buah kelapa dengan dagingnya yang lezat rasanya, air kelapa yang di minum menyegarkan, serta daun dan buah genemo yang di masak dengan santan kelapa terasa nikmat bila di makan. Itulah sebabnya hingga ketika ini orang Moor suka sekali makan buah kelapa dan sayur daun genemo.*
Sumber :
http://tabloidjubi.wordpress.com/2008/03/27/terjadinya-pohon-kelapa/