INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Alas Ketonggo

Kisah yang serupa.....
SEPOTONG CERITA DARI ALAS KETONGGO
oleh : Umi Rosyidah (@yum_mey)

Wilayah Kabupaten Ngawi sesungguhnya kaya akan potensi tempat wisata yang bisa diperdayakan. Satu di antaranya yaitu Alas Ketonggo. Tempat ini yaitu hutan dengan luas 4.846 meter persegi, yang terletak 12 KM arah selatan dari Kota Ngawi, Jawa Timur. Menurut masyarakat Jawa, Alas Ketonggo ini merupakan salah satu dari bantalan menakutkan atau ‘wingit’ di tanah Jawa. Kepercayaanya, di tempat ini terdapat kerajaan makhluk halus. Sedangkan satu hutan lainnya yang juga dianggap menakutkan yaitu Alas Purwa yang terletak di Banyuwangi, Jawa Timur. Alas Purwa disebut sebagai Bapak, sedangkan Alas Ketonggo disebut sebagai Ibu. Kawasan Alas Ketonggo memiliki tempat pertapaan, di antaranya Palenggahan Agung Srigati.
Eyang Srigati yaitu Priyagung, seorang begawan dari Benua Hindia yang tiba ketanah jawa. Beliaulah yang menurunkan Kerajaan-kerajaan di Indonesia mulai dari Pajajaran, Majapahit, Mataram dan seterusnya. Semua kisah Spiritual tertuang di Punden Srigati yang terdapat di desa Babatan kec. Paron. Kab. Ngawi.
Hutan Ketonggo, demikian sebutan masyarakat Ngawi untuk hutan yang terletak 12 kilometer arah selatan Kota Ngawi itu. Meski sebetulnya sama dengan hutan-hutan lainnya, namun Ketonggo lebih kesohor dibanding hutan-hutan lain di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Apa yang menciptakan Ketonggo termasyhur? Sampai-sampai kesebelasan perserikatan Ngawi yakni Persatuan Sepak Bola Ngawi (Persinga), dijuluki “Laskar Ketonggo”?
Lokasi Pesanggrahan Srigati yang terletak 12 km arah barat daya Kota Ngawi, tepatnya di Desa Babadan Kecamatan Paron, sanggup ditempuh dengan banyak sekali macam kendaraan bermotor. Pesanggrahan Srigati merupakan obyek wisata spiritual yang berdasarkan penduduk setempat yaitu sentra keraton lelembut / makhluk halus. Dilokasi ini terdapat petilasan Raja Brawijaya. Pada hari-hari tertentu menyerupai Jum’at Pon dan Jum’at Legi pada bulan Syuro, Pesanggrahan Srigati banyak dikunjungi oleh para pesiarah untuk menyaksikan diselenggarakannya upacara ritual tahunan “Ganti Langse” sekaligus melaksanakan tirakatan / semedi untuk ngalap berkah.
Orbitasi :
Dengan ruas jalan Kabupaten Kecamatan Paron 6 Km
Dengan ruas jalan Provinsi Km 6 ( Ngawi – Solo )
Dengan Kota Ngawi 12 Km

Terdapat legenda seputar keberadaan bantalan Ketonggo. Konon tempat ini dulunya yaitu tempat peristirahatan Prabu Brawijaya V setelah lari dari kerajaan Majapahit lantaran kerajaan diserbu oleh bala tentara Demak dibawah pimpinan Raden Patah.
Dikisahkan, ditempat itulah dalam perjalananya ke Gunung Lawu, Prabu Brawijaya V melepas semua tanda kebesaran kerajaan (jubah, mahkota, dan semua benda Pusaka), namun kesemuanya raib atau mukso. Petilasan Prabu Brawijaya V ini ditemukan mantan Kepala Desa Babadan, Somo Darmojo (alm) tahun 1963 berupa gundukan tanah yang tumbuh setiap hari dan mengeras bagaikan kerikil karang. Kemudian tahun 1974 didatangi Gusti Dorojatun IX yang menyatakan bahwa petilasan tersebut bab dari sejarah Majapahit dan petilasan tersebut diberi nama Palenggahan Agung Srigati. Palenggahan Agung Srigati ini terdapat banyak sekali benda-benda yang secara simbolik melambangkan kebesaran Kerajaan Majapahit, baik berupa mahkota raja, tombak pusaka, gong, dan lain-lainnya.
Di dalam ruangan ini sangat pekat aroma dupa dan wangi bunga, hal yang sangat masuk akal kita temukan di sebuah tempat sakral. Dupa dan taburan bunga ini berasal dari para pengunjung. Mbah Marji (juru kunci) menerangkan bahwa ”Gundukan tanah tersebut biasanya terus tumbuh dan bertambah tinggi, tapi pada ketika tertentu tidak tumbuh,” terangnya. Gundukan tanah tersebut bisa dipercaya dijadikan membuktikan pada bumi Indonesia.
Keberadaan Pesanggrahan Srigati-sebuah obyek wisata spiritual di Ketonggo merupakan alasannya utama kemasyhuran hutan seluas 4.846 meter persegi itu. Kepercayaan masyarakat yang menganggap Ketonggo sebagai sentra keraton lelembut atau makhluk halus, dikukuhkan dengan banyaknya tempat-tempat pertapaan yang gaib dan sakral. Menurut catatan, di Ketonggo terdapat lebih dari 10 tempat pertapaan. Mulai dari Pesanggrahan Agung Srigati, Pundhen Watu Dhakon, Pundhen Tugu Mas, Umbul Jambe, Pundhen Siti Hinggil, Kali Tempur Sedalem, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sendang Mintowiji, Kori Gapit, dan Pesanggrahan Soekarno.
Memasuki hutan Ketonggo, para tamu eksklusif sanggup melihat Pesanggrahan Agung Srigati, berupa sebuah rumah kecil berukuran 4×3 meter. Di dalamnya terdapat gundukan tanah, yang dari hari ke hari terus tumbuh, sehingga makin usang makin banyak. Dinding rumah itu dikitari bendera panjang Merah-Putih. Khas tempat sakral, Pesanggrahan Srigati pekat dengan wangi dupa. Di sekitar tanah, yang terlindung atap rumah itu, juga awut-awutan bunga tabur yang selalu disebarkan para tamu.
“Seperti pada ketika terjadi krisis moneter 1997, sebelumnya gundukan tanah tersebut tidak tumbuh, sehingga sama sekali tidak ada gundukan yang menyembul ke permukaan,” Mbah Marji mengisahkan sebelum terjadi semburan lumpur Lapindo Sidoarjo, dan gelombang Tsunami Aceh, gundukan tanah tersebut terlihat ‘cekung’, katanya, sembari mengungkapkan bahwa tanah itu selalu dibawa tamu yang bertapa di situ, sehingga selalu berkurang sedikit demi sedikit.
Pada hari-hari tertentu, menyerupai Jumat Pon dan Jumat Legi, serta pada bulan Suro dalam kalender Jawa, ribuan masyarakat Jawa maupun luar Jawa mendatangi tempat ini berbondong-bondong ke pesanggrahan ini untuk merenung, tirakat dan berdo’a pada Sang Khaliq.. Pada saat-saat yang dianggap keramat itu, warga berdoa dan bertapa untuk meminta berkah. Baik itu berkah karier atau jabatan, keselamatan, kesehatan, jodoh, dan sebagainya.Seperti ratifikasi Iwan (38) warga Purwokerto, Jawa Tengah. ”Saya di sini sudah 4 bulan untuk merenung dan mencari petunjuk perihal jati diri ,” tuturnya.
Tak hanya di Srigati. Beberapa lokasi sakral lain di Ketonggo, juga diyakini sanggup mengantarkan mereka menuju keinginan yang diinginkan. Misalnya, mandi di Kali Tempur Sedalem, sebuah sendang yang merupakan pertemuan dua sungai, dan setelah itu memanjatkan doa di tugu di dekatnya, diyakini harapannya akan sanggup terwujud. Adapun Pesanggrahan Soekarno, disebut demikian lantaran konon Presiden pertama RI Ir Soekarno pernah bertapa di tempat itu. Dikisahkan, ada seseorang tak dikenal yang pernah membawa foto Bung Karno yang sedang bertapa di tempat berdirinya Pesanggrahan Soekarno kini ini. Orang itu membawa foto Bung Karno bertapa tersebut, tahun 1977.
Setelah melalui beberapa pertimbangan, kesudahannya sejumlah tokoh bau tanah Ngawi menyepakati titik di mana Bung Karno bersemedi di Ketonggo itu dijadikan Pesanggrahan Soekarno. Dibanding Pesanggrahan Srigati, Pesanggrahan Soekarno terlihat lebih sederhana. Hanya ada lima tonggak yang menopang bilik kecil beratap asbes yang tanpa dinding itu. Di tengahnya ada beberapa batu.
Pesanggrahan Srigati yang masuk wilayah Desa Babadan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, konon yaitu tempat beristirahat Prabu Brawijaya, setelah kalah perang dari Raden Patah, tahun 1293. “Sebelum bermetamorfosis pesanggrahan dengan dibangunnya rumah kecil ini pada tahun 1975, dulu gundukan tanah ini dikenal sebagai petilasan Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit,” ujar Marji.
Sebagai tempat sakral, banyak kisah-kisah unik yang terjadi di Alas Ketonggo, terutama ketika muncul perubahan situasi politik nasional. Marji mengisahkan, ketika Soeharto akan lengser pada 21 Mei 1998, sebuah pohon jati di Ketonggo tiba-tiba mengering. “Kemarin-kemarin, pohon itu tumbuh menyerupai biasa. Waktu Pak Harto lengser, tiba-tiba mati dan mengering,” katanya.
Pada 23 hari sebelum Ny Tien Soeharto meninggal, juga ada insiden aneh. Sebuah dahan pohon besar di Ketonggo tiba-tiba patah dan jatuh ke tanah. Padahal, waktu itu tidak ada hujan dan tidak ada angin. Peristiwa unik juga terjadi ketika Megawati Soekarnoputri akan dilantik menjadi Presiden RI, 23 Juli 2001. Tiga hari sebelum pengukuhan Mega sebagai presiden, ada cahaya berwarna biru dan putih, kolam lampu lentera, di atas Kali Tempur Sedalem. Berhubungan atau tidaknya gejala itu dengan tampilnya Presiden Megawati, Anda boleh percaya boleh tidak.
Beberapa dongeng menarik juga dialami mereka yang bertapa di Pesanggrahan Srigati. Sekarjati, seorang wanita yang tinggal di Jakarta, usai bertapa di Srigati, terus terbayang-bayang wajah seorang wanita manis berpakaian kebaya. “Katanya, hingga sekian hari terus terbayang wajah itu. Akhirnya, Mbak Sekarjati melukis wajah dalam bayangan itu,” ucap Marji lagi.
Sekarang, lukisan tersebut dipajang di ruang pengunjung Pesanggrahan Srigati. Seorang wanita manis mengenakan kebaya, rambutnya bergelung konde, dengan bibir yang sedang berbagi senyum. Kesakralan Pesanggrahan Srigati dan beberapa tempat penting di hutan Ketonggo, menciptakan sudah banyak orang yang meminta berkah di sana. Termasuk beberapa tokoh dan pejabat di negeri ini. Sayang memang, jalan masuk menuju Pesanggrahan Srigati yang sakral itu tidak mulus. Hanya ada jalan berbatu yang bergelombang sepanjang empat kilometer lebih. Ada baiknya, perbaikan jalan menuju pesanggrahan itu segera dilakukan. Supaya tamu-tamu dari jauh sanggup mencicipi nikmatnya perjalanan, sebelum mereka meminta berkah di tempat mistis itu.
Alas Srigati ataupun dikenal dengan sebutan bantalan Ketonggo merupakan tempat yang bersejarah berdasarkan dari legendanya. Dengan adanya daya tarik tersendiri itulah menyerupai biasanya pada ketika 1 Muharam atau pergantian malam bulan hijriyah selalu dipadati ribuan pengunjung dari banyak sekali daerah. Sejak waktu mulai beranjak malam para pengunjung mulai berdatangan, mereka ada yang tiba dengan cara berkelompok dan perseorangan. Terlihat dari plat nomor kendaraan beroda empat yang digunakan pengunjung sanggup dinyatakan mereka berasal mulai tempat Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya dan tempat terdekat dengan Ngawi menyerupai Nganjuk, Kediri dan Malang.
Acara ritual yang dilakukan para pengunjung di Alas Srigati waktunya pun bervariasi mulai tengah malam hingga waktu shubuh. Dan begitu juga tempatnya berlainan lantaran dilokasi Alas Srigati sendiri ada sekitar 12 lebih tempat petilasan. Seperti Punden Krepyak Syeh Dombo atau Palenggahan Agung Brawijaya, Padepokan Kori Gapit, Palenggahan Watu Dakon, Sendang Drajat, Sendang Mintowiji, Goa Sido Bagus, Sendang Suro, dan Kali Tempur. Menurut juru kunci Alas Srigati, Ki Among Jati menjelaskan secara rinci, para pengunjung yang tiba di Alas Srigati biasanya mereka ingin napak tilas mengenang sejarah dimana Raja Majapahit yaitu Prabu Brawijaya V singgah terlebih dahulu di Alas Srigati untuk melepaskan baju kebesarannya sebelum melanjutkan perjalanan ritual ke puncak Gunung Lawu.
Lanjut Ki Among Jati, pengunjung di Alas Srigati tidak melaksanakan hal-hal yang sifatnya syirik, menyerupai menyembah punden segala macam. Akan tetapi para pengunjung melaksanakan ritual mengambil tempat Alas Srigati hanya sebagai tempat mediator untuk menyambung segala ajakan kepada Allah SWT. Seperti terlihat di Palenggahan Agung Brawijaya pengunjung sambil mengkremasi dupa sebagai bentuk ajakan dan do’a kepada Yang Maha Kuasa. ‘’Disini pengunjung memiliki banyak sekali ajakan untuk dikabulkan dari Yang Maha Kuasa, menyerupai minta kesehatan, keselamatan dan masih banyak lagi dan jangan dianggap di Alas Srigati ini melaksanakan hal-hal yang menyimpang dan untuk hari biasa yang ramai dikunjungi yaitu pada hari malam Jum’at Kliwon, Jum’at Legi dan malam Selasa Kliwon’’ terang Ki Among Jati.
Sementara kilas balik dari sejarah ditemukannya petilasan Srigati merupakan dari jasa mantan Kepala Desa Babadan pada tahun 1963 yaitu Somo Darmodjo kemudian tahun 1974 didatangai Gusti Dorodjatun IX dari Kasunanan Surakarta dan menyatakan benar bahwa petilasan Punden Krepyak Syeh Dombo merupakan bab dari sejarah dari Majapahit. Yang ketika itu Prabu Brawijaya melaksanakan perjalanan menuju puncak Gunung Lawu dan oleh Gusti Dorodjatun IX dinamakan dengan sebutan Srigati. Namun, dengan adanya wisata religi Alas Srigati tidak dibarengi pengembangan potensi yang ada menyerupai kemudahan jalan yang menuju lokasi Alas Srigati yang kondisinya sangat rusak terlihat disana-sini berlubang.
Tengah dilakukan renovasi serta pembangunan sarana dan prasarana di Alas Ketonggo. Baik sarana dan prasarana mulai di pacu pembangunannya, termasuk jalan terusan serta gapura menuju Palenggahan Agung Srigati Ngawi. Meski masih dalam tahap awal pengerjaan, Alas ketonggo seluas 4,846m2 ini boleh dibilang mulai memanjakan para wisatawan yang kebanyakan berasal dari luar kota bahkan hingga luar negeri menyerupai Singapura dan Malaysia.
Seperti pada tanggal 5 November 2011, rombongan turis dari negeri dengan maskot patung singa ini, mendatangi Palenggahan Agung Srigati guna melaksanakan wisata ritual yang dipimpin eksklusif oleh Ki Juru Kunci, Marji. lokasi Wisata Ritual bantalan Ketonggo atau bantalan Srigati ini sekitar 12 Km dari arah Kota Ngawi tepatnya masuk Dusun Brendil, Desa Babadan Kec. Paron. “Kalau jalan menuju kelokasi serta yang lainnya nanti nampak bagus, maka saya akan berkunjung ke Srigati ini setiap tahun.” Ujar warga Singapura tersebut yang diterjemahkan oleh Pramuwisata (Guide).
Seperti yang diungkap oleh Juru Kunci, Marji bahwa dengan adanya pembangunan serta pembenahan ini, nanti akan bisa menarik perhatian Wisatawan lokal maupun domestik sehingga lebih banyak lagi yang datang.

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel