INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Dewi Andong Sari

DEWI ANDONG SARI

Gajahmada. Nama besar yang ia miliki membuatnya dikenang di seluruh penjuru nusantara. Maka jangan heran kalau di banyak daerah di Indonesia terdapat dongeng wacana kelahiran patih yang populer dengan sumpah palapanya itu. Dongeng-dongeng tersebut tersebar dengan gampang alasannya yaitu belum adanya sejarah yang niscaya wacana kelahiran sang patih.
Beberapa daerah di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, bahkan Nusa Tenggara mempunyai dongeng yang berbeda-beda. Ada yang menceritakan Gajah Mada sebetulnya putra kerajaan, ada juga yang beropini ia lahir dari orang bau tanah biasa, bahkan versi lain menganggap Gajah Mada terlahir dari batu.
Di pulau Jawa, Lamongan merupakan salah satu kota yang mempunyai dongeng wacana Gajah Mada. Di Desa Cancing, Kecamatan Ngimbang, di atas sebuah bukit berjulukan Gunung Ratu, ada sebuah makam yang diyakini oleh masyarakat sekitar sebagai makam Dewi Andong Sari, ibu dari Gajah Mada.
Dewi Andong Sari merupakan salah satu selir raja pertama Majapahit, Raden Wijaya. Ia dibuang dan akan dibunuh alasannya yaitu fitnah yang menyebut ia hamil dari hasil perselingkuhan.
Tak hingga dibunuh, Dewi Andong Sari hanya diasingkan di atas bukit di dalam hutan oleh prajurit kerajaan. Bukit inilah yang kini disebut Gunung Ratu.
Tak lama tinggal di sana, Dewi Andong Sari melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat ia hendak turun dari bukit, Dewi Andong Sari menitipkan bayinya pada dua binatang peliharaan yang selama ini menemaninya, seekor kucing berjulukan condromowo dan seekor garangan (musang) putih.
Dalam dongeng ini, Dewi Andong Sari meninggal di Gunung Ratu. Ia merasa bersalah telah membunuh kucing condromowo dan musang putih.
Sebelumnya, dua binatang ini telah melawan seekor ular besar yang hendak memangsa bayi Dewi Andong Sari hingga verbal mereka berlumuran darah. Tapi, Dewi Andong Sari yang gres tiba dari mandi, justru mengira peliharaannya tersebut telah memakan si bayi. Padahal bayi tersebut masih hidup dan tersembunyi di balik dedaunan.
Jejaka dari Desa Modo
Ki Gede Sidowayah seorang pamong desa dikala itu yang menemukan bayi Dewi Andong Sari. Ia juga yang mengubur jasad perempuan manis itu, juga kucing dan musang yang telah mati.
Bayi Dewi Andong Sari oleh Ki Gede Sidowayah dititipkan kepada adik perempuannya, Janda Wara Wuri di Modo. Di sanalah anak Dewi Andong Sari dijuluki Joko Modo (seorang jejaka yang berasal dari Modo). Ketika menginjak dewasa, Joko Modo dibawa Ki Gede Sidowayah ke Majapahit untuk menjadi seorang prajurit Majapahit dan nantinya menjadi mahapatih dengan nama Gajah Mada.
Tak hanya versi Lamongan, nama Mada pada Gajah Mada oleh dongeng versi Bali yang tertulis dalam Teks Lontar Babat Gajah Maddha juga berasal dari desa yang berjulukan Maddha. Namun Desa Maddha yang dimaksud bukan Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, melainkan Desa Maddha yang terletak di bersahabat Gunung Semeru.
Jalan menuju ke Gunung Ratu sedikit terjal. Untuk hingga ke sana, Anda harus melewati jalan bercadas dan paving sejauh 3 km.
Setelah hingga pun, Anda harus siap menaiki 100-an lebih anak tangga yang menuju ke atas Gunung Ratu. Warga sekitar percaya kalau seseorang menghitung anak tangga ini, jumlah yang didapat akan berbeda dengan orang lainnya. Mungkin ini terjadi alasannya yaitu kecenderungan seseorang yang terganggu konsentrasinya ketika menghitung sesuatu secara berulang-ulang.
Percaya atau tidak Anda boleh tiba dan mencobanya. Seorang teman saya menghitung 170 anak tangga, sedangkan Pak Sulaiman mengaku pernah menghitung dan mendapati 168.
Setelah dipugar, kompleks makam Dewi Andong Sari terlihat rapi. Banyaknya pepohonan tidak menciptakan jalan setapak dan dua daerah semacam pendopo kecil untuk beristirahat pengunjung menjadi kotor. Terlihat sekali, kompleks makam yang tidak luas ini dirawat dengan baik. Kuburan kucing conrdomowo dan musang putih yang mencolok di atas tanah sempurna di samping jalanan keramik juga terawat.
Suasana Indonesia sangat terasa di sini. Bendera merah-putih dilingkarkan di beberapa batang pohon besar, juga di atap dan dinding pendopo. Di salah satu pendopo juga terpampang dua gambar Bapak Prokamator, Bung Karno, lengkap dengan garuda lambang negara. Bangunan luarnya banyak yang bercat merah dan putih, ibarat mirip suasana dikala 17-an.
Makam Dewi Andong Sari sendiri terdapat di dalam bangunan sebelah utara menghadap ke selatan. Di dalam bangunan ini, makam Dewi Andong Sari dihiasi dengan payung-payung kuning khas kerajaan. Selain itu, dalam bangunan yang luasnya hanya sekitar 4×4 meter ini juga terdapat 5 batang pohon besar yang menembus hingga ke atas atap. Nampaknya sebelum dipugar, 5 pohon ini sudah berdiri tegak dan memang sengaja tidak ditebang.
Di area kompleks makam ini ada peraturan unik. Tamu dilarang mengganggu tamu, dan tamu dilarang mencari tamu. Anda yang tiba dengan niat baik-baik tidak perlu pusing memikirkannya. Karena usut punya usut, dua larangan ini dibentuk atas keresahan warga oleh orang yang mengaku ‘dukun’ dan sering mengganggu pengunjung di makam Dewi Andong Sari. Ada-ada saja ya.
Rute menuju ke makam Dewi Andong Sari:
Dari pasar Babat menuju ke arah Jombang sekitar 21 km
Di depan Kantor Koramil Kecamatan Ngimbang ada pertigaan kecil menuju ke arah timur
Makam Dewi Andong Sari berada 3 km sebelah timur pertigaan tersebut.

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel