INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Ken Arok - Empu Gandring-6

KEN AROK - EMPU GANDRING-6
Dalam hati penuh keprihatinan Bango Samparan mulai mencari-cari dan karenanya pada suatu malam, bertemulah di dengan anak itu di tengah jalan! Bukan main girang rasa hati Bango Samparan. Perjumpaann ini dianggapnya pula sebagai petunjuk para Dewata!
“Ken Arok, engkaukah itu?” tergurnya saat mereka berpapasan di jalan.
“Paman Bango Samparan? Hendak ke manakah, Paman?”
“Mencarimu, anakku. Sudah beberapa hari mencarimu ke Pangkur dan Cempoko, kiranya bertemu di sini.”
“Ada keperluan apakah Paman mencariku?” tanya Ken Arok, kedua kakinya siap untuk melarikan diri bila orang ini diutus Pak Lurah Lebak untuk menangkapnya.
Bango Samparan bukan seorang bodoh. Dia sudah mendengar perihal kekalahan kekalahan Ken Arok yang mengakibatkan Ki dan Nyi Lembong terpaksa menghambakan diri ke di Lebak.

“Aihh, anakku yang baik. Aku sudah mendengar perihal nasibmu yang
amat buruk. Aku merasa kasihan kepadamu dan saya sudah bertemu dengan kedua orang tuamu. Mereka menyerahkan engkau kepadaku untuk memelihara dan mendidikmu.
Marilah, Nak, kamu ikut bersamaku ke rumahku dan mulai kini engkau kuanggap sebagai anakku sendiri.”

Hampir Ken Arok tak sanggup mempercayai pendengarannya sendiri. Dia sudah berkeliaran ke sana sini, sudah hingga ke Dusun Kapundungan, mencari pekerjaan. Akan tetapi siapa memberi pekerjaan kepada seorang anak kecil yang tenaganya belum beberapa kuat? Seringkali beliau menderita lapar dan haus, dan hanya hatinya yang berpengaruh dan tabah sajalah yang menciptakan beliau masih sanggup bertahan.
Dan kini, dalam perjalanannya menuju ke Dusun Karuman, tiba-tiba saja beliau bertemu dengan Ki Bango Samparan, juga seorang penjudi besar, yang tiba-tiba saja mengatakan diri untuk memelihara dan mendidiknya, mengambilnya sebagai anak.
Serta merta beliau kemudian menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu. “Terima kasih Paman,terima kasih atas kebaikan hati paman kepada aku, anak yang malang ini...”
Paman?

"Engkau kini menjadi anakku, harus menyebut bapak kepadaku, ibu
kepada istriku dan saudara kepada anak-anakku!” kata Bango Samparan dengan girang,membangkitkan Ken Arok dan menggandengnya, membawanya pulang ke Karuman.

Ki Bango Samparan memiliki dua orang istri. Yang pertama berjulukan Genuk Buntu.
Nyi Genuk Buntu tidak memiliki anak, oleh sebab itu saat suaminya membawa pulang Ken Arok menjadi anak angkat, Nyi Genuk girang sekali. Apalagi Ken Arok yakni seorang anak yang berwajah tampan dan bertubuh sehat. Tidak kalah oleh anak-anaktirinya.

Istri ke dua Bango Samparan berjulukan Tirtoyo dan istri muda inilah yang
mempunyai banyak anak. Ada lima orang anaknya, empat pertama pria berjulukan Panji Bawuk, Panji Kuncang, Panji Kunal dan Panji Kenengkung, sedangkan yang bungsu seorang anak wanita berjulukan Cucupuranti, yang sudah menjadi perawan cilik yang manis, sebaya dengan Ken Arok yang sudah berusia empat belas tahun.

Entah kebetulan, memang para yang kuasa memberkahi Bango Samparan lewat Ken Arok, buktinya, saat ada perjudian besar-besaran, Bango Samparan mengajak Ken Arok dan diapun memperolah kemenangan yang amat besar! Memang tak sanggup disangkal bahwa perjalanan hidup insan ini berbagai dipengeruhi oleh “Hal-hal yang kebetulan!"
Yang dinamakan hal yang kebetulan yakni hal-hal yang terjadi di luar persangkaan kita,di luar perhitungan akal, bahkan kadang kala merupakan hal yang agaknya tidak mungkin. Banyak insan mengalami perubahan hidup yang amat besar hanya sebab “kebetulan” itulah!
Dan yang kebetulan ini, yang tak sanggup diperhitungkan dengan nalar ini, itulah yang mujijat, yang gaib, yang tak terjangkau oleh nalar pikiran, seolah-oleh sudah “ada yang mengaturnya”. Padahal, semua yang terjadi itu, betapa pun penuh
rahasia, sebenarnya bersumber dari diri pribadi. Ada orang bicara perihal rejeki.
Orang boleh mencari makan, boleh mencari uang, akan tetapi rejeki orang tidaklah
sama. Seolah-olah pada diri setiap insan sudah ada dosis dan ukurannya sendiri-sendiri.
Betapapun banyaknya kita mendapat hasil, bila memang takarannya hanya
segelas kecil, maka selebihnya akan tumpah dari gelas itu, meluap dan meluber karenanya yang tinggal hanya satu gelas itu saja, entah melalui pembiayaan sebab sakit, entah sebab kehilangan, kebakaran dan lain lagi. Kalau takarannya itu segentong besar, supaya nampak air rejeki mengalir sedikit-sedikit, karenanya akan penuh juga segentong besar sebab tidak ada yang tumpah. Dan besar kecilnya dosis atau ukuran inilah yang terletak pada diri sendiri!

Dengan cara hidup kita, dengan isi batin kita yang lahir menjadi perbuatan-perbuatan, maka “takaran” ini bisa saja membesar maupun mengecil!
Hasil yang diperoleh Bango Samparan dan yang sanggup menolong keadaannya yang serba sulit itu menciptakan beliau dan istri pertamanya semakin cinta kepada Ken Arok. Akan tetapi,hal ini mengakibatkan iri dalam hati para anak istri muda itu, kecuali Cucupuranti tentu saja sebab sehabis berkenalan, segera nampak keakraban antara Cucupuranti yang elok dengan Ken Arok yang ganteng.
Justru keakraban agak mesra inilah yang menciptakan hati istri muda Bango Samparan semakin tidak suka. Mulailah terjadi perselisihan dan bentrokan sebab Ken Arok dalam keluaga Ki Bango Samparan.
Sejak kecil Ken Arok yakni anak yang miskin, hanya anak keluarga maling. Akan tetapi justru dalam kemiskinannya itu tumbuh suatu keangkuhan yang bukan bersifat kesombongan melainkan harga diri yang tinggi, tidak mau tunduk dan tidak mau merendah terhadap orang lebih kaya. Demikianlah watak Ken Arok.
Melihat betapa keluarga istri muda ayah angkatnya itu tidak suka kepadanya, pada suatu malam beliau minggat dari rumah itu.
“Kakang Arok....!” Tiba-tiba terdengar bisikan halus saat beliau sudah meninggalkan
rumah itu dengan diam-diam, di sebuah jalan tikungan yang sunyi. Dia berhenti dan menoleh. Kiranya Cucupuranti yang memanggilnya dan beliau pun membalikkan tubuhnya menghadapi perawan remaja itu.

“Kau kah itu, Puranti? Kenapa kamu menyusulku? Katakan saja kepada Bapak Bango
Samparan bahwa saya tidak mau lagi kembali ke sana, saya ingin merantau.”

“Aku tidak disuruh oleh Bapak, Kakang.”
“Habis, mau apa kamu menyusulku?”
“Kakang Arok, saya mau ikut bila kamu pergi.”
“Ikut? Ehhh..... kenapa? Bukankah kamu tinggal senang-senang di rumah bersama
saudara-saudaramu?”

“Tapi aku..... saya tidak mau kamu tinggalkan, Kakang.”
Sesuatu yang aneh terjadi dalam dada Ken Arok. Jantungnya berdebar keras dan beliau pun melangkah maju. “Puranti, kenapa begitu?”
“Kakang...... saya akan bersedih bila kamu tidak ada. Aku.... saya bahagia sekali
bersamamu, Kakang Arok.” Dan anak itu pun menangis.

Ken Arok merangkulnya dan Cucupuranti menangis di pundaknya. Ken Arok mengelus rambut yang panjang halus itu. “Aku pun suka kepadamu, Puranti. Akan tetapi saya harus pergi merantau. Tak baik saya makan nasi orang begitu saja tanpa bekerja yang berarti.
Aku akan merantau mencari pekerjaan, dan bila kelak saya sudah menjadi orang yang berhasil, saya akan datang, menjumpaimu.”
“Benar, Kakang? Dan kamu akan mengajakku untuk hidup bersamamu?”
Ken Arok terkejut. “Hidup.... bersamaku? Maksudmu... maksudmu menjadi.... istriku?”
Dari atas dada Ken Arok, dara itu mengangkat mukanya memandang. Kedua pipinya masih basah. Ia mengangguk.
“Apa engkau tidak mau, kakang? Katakanlah engkau suka padaku?”
“Yaaa..... ya.... saya suka, tapi..... ah, bagaimana nanti sajalah, Puranti. Pendeknya, saya berjanji bahwa kelak saya akan menjemputmu.”
Kau tidak akan lupa kepadaku?” tanya dara itu manja.

“Aku? Lupa padamu? Ah, siapa bisa melupakan perawan elok menyerupai engkau ini?” Dan entah apa yang menggerakkan, tahu-tahu Ken Arok menundukkan mukanya dan bibirnya menyentuh bibir gadis itu, hidungnya menyentuh pipi. Akan tetapi hanya sebentar saja kemudian diangkatnya lagi mukanya yang menjadi merah dan dadanya gemetar.
“Kenapa, Kakang? Lagi, Kakang......!” bisik Cucupuranti.
Ken Arok tidak menjawab, kemudian kini mencium dengan hidungnya pada pipi kedua gadis itu dengan penuh kasih sayang, kemudian melepaskan pelukannya. “Aku pergi, Puranti!” Dan menyerupai dikejar setan beliau pun lari dari situ.

“Kakang Arok......!” Puranti berteriak mengejar, akan tetapi Ken Arok tidak perduli dan berlari semakin cepat hingga lenyap dan gadis itu tidak bisa mengejarnya lagi,melainkan menangis dan pulang memberi laporan bahwa Ken Arok telah minggat.
Setelah lari agak jauh, Ken Arok berhenti. Napasnya terengah-engah, bukan sebab lari tadi melainkan hal lain. Dia merasa terheran-heran dan tidak sadar bahwa beliau mulai menginjal akhil balik, masa remaja yang mulai dewasa, sudah menginjak masa birahi.
BERSAMBUNG - KEN AROK - EMPU GANDRING 7.

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel