INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Semangka Emas (Sambas)

“Rambut sama hitam, hati lain-lain,” (Sungguhpun insan mempunyai persamaan pada zahirnya, namun sifat, kelakuan, perasaan dan hati masing-masing ialah berbeda). Makna peribahasa ini tergambar dalam sebuah dongeng rakyat di tempat Sambas, Kalimantan Barat, Indonesia. Cerita ini mengisahkan wacana dua orang bersaudara yaitu Muzakir dan Dermawan. Keduanya ialah putra dari seorang saudagar kaya di tempat itu. Setelah orang tuanya meninggal, keduanya mendapat harta warisan yang sama banyaknya. Namun, kedua orang bersaudara ini mempunyai sifat, kelakuan, perasaan dan hati yang berbeda. Muzakir mempunyai sifat yang sangat kikir. Ia enggan untuk mengeluarkan uang atau hartanya untuk kepentingan apapun. Sebaliknya, Dermawan, sesuai dengan namanya, mempunyai sifat yang sangat dermawan. Ia suka mengeluarkan uang atau hartanya untuk kepentingan yang bermanfaat baik untuk dirinya sendiri, keluarga maupun orang lain. Suatu ketika, si Dermawan jatuh miskin, alasannya sebagian besar hartanya disumbangkan kepada orang-orang miskin. Muzakir yang mendengar kabar itu tertawa terpingkal-pingkal, alasannya dikiranya saudaranya itu orang bodoh.

Berselang beberapa waktu, Muzakir mendengar kabar lagi wacana Dermawan, bahwa saudaranya itu sudah tidak miskin lagi. Ia tiba-tiba menjadi kaya-raya, rumahnya sangat besar dan kebunnya sangat luas. Hal ini menciptakan Muzakir ingin tau untuk mengetahui diam-diam keberhasilan saudaranya yang tiba-tiba kaya mendadak. Pembaca yang budiman, ingin tau juga kan…? Bagaimana cara Dermawan sanggup kaya mendadak? Mau tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam dongeng Semangka Ema berikut ini.

* * *

Alkisah, pada zaman dahulu kala, di Sambas, Kalimantan Barat, hiduplah seorang saudagar yang kaya-raya. Saudagar tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya yang sulung berjulukan Muzakir, dan yang bungsu berjulukan Dermawan. Namun, keduanya mempunyai sifat dan tingkah laris yang sangat berbeda. Muzakir sangat loba dan kikir. Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan uang. Ia tidak pernah memperlihatkan sedekah kepada fakir miskin. Sebaliknya, Derwaman sangat peduli dan selalu bersedekah kepada fakir miskin. Ia tidak rakus dengan harta dan uang.

Sebelum meninggal dunia, saudagar tersebut membagi hartanya sama rata kepada kedua anaknya. Ia bermaksud semoga anak-anaknya tidak berbantahan dan saling iri, terutama bila ia telah meninggal kelak. Setelah harta tersebut dibagi, Muzakir dan Dermawan tinggal terpisah di rumahnya masing-masing. Muzakir tinggal di rumahnya yang mewah, demikian pula Dermawan.

Uang bab Muzakir dimasukkan ke dalam peti, kemudian ia kunci. Bila ada orang miskin tiba ke rumahnya, ia bukannya memberinya sedekah, melainkan tertawa mengejeknya. Bahkan ia tidak segan-segan mengusirnya jikalau orang miskin itu tidak mau pergi dari rumahnya. Suatu hari, seorang wanita bau tanah dengan pakaian compang-camping berjalan terseok-seok tiba menuju rumah Muzakir. Di depan rumah Muzakir, nenek bau tanah itu memohon belas kasihan, “Tuan, kasihanilah nenek. Berilah nenek sedekah!” Mendengar bunyi nenek itu, Muzakir keluar dari dalam rumahnya dan menertawakan wanita bau tanah itu, “Ha ha ha…. Hai nenek jelek, pergi kau dari sini! Aku muak melihat wajahmu yang keriput itu!” Meskipun dibentak, nenek bau tanah itu tidak mau beranjak. Ia pun terus mengiba kepada Muzakir, “Tapi tuan, nenek sudah dua hari tidak makan, kasihanilah nenek.” Melihat nenek itu tidak mau pergi, Muzakir menyuruh orang gajiannya untuk mengusirnya. Akhirnya, wanita bau tanah yang malang itu pun pergi tanpa mendapat apa-apa, kecuali penghinaan.

Orang-orang miskin yang sudah mengetahui sifat Muzakir yang kikir itu, termasuk si nenek bau tanah tadi, tidak mau lagi ke rumah Muzakir. Mereka kemudian berduyun-duyun ke rumah Dermawan. Berbeda dengan sifat Muzakir, Dermawan selalu menyambut orang-orang miskin tersebut dengan bahagia hati dan ramah. Mereka dijamunya makan dan diberinya uang alasannya ia merasa iba melihat mereka hidup miskin dan melarat. Hampir setiap hari orang-orang miskin tiba ke rumahnya. Lama-kelamaan harta dan uang Dermawan habis, sehingga ia tidak sanggup lagi menutupi biaya pemeliharaan rumahnya yang besar. Akhirnya, ia pindah ke rumah yang lebih kecil, dan mencari pekerjaan untuk membiayai hidupnya. Gajinya tidak seberapa, sekedar cukup makan saja. Meskipun demikian, ia tetap bersyukur dengan keadaan hidupnya.

Muzakir tertawa terbahak-bahak mendengar isu Dermawan yang dianggapnya kurang berakal itu. “Itulah balasannya selalu melayani orang-orang miskin. Pasti kau juga ikut miskin, dasar memang tolol si Dermawan itu,” gumam si Muzakir. Bahkan, Muzakir merasa besar hati sekali alasannya sanggup membeli rumah yang lebih manis dan kebun kelapa yang luas. Tetapi Dermawan tidak menghiraukan tingkah laris abangnya itu.

Suatu hari Dermawan duduk-duduk melepaskan lelah di pekarangan rumahnya. Tiba-tiba jatuhlah seekor burung pipit di hadapannya. Burung itu mencicit-cicit kesakitan, "Kasihan," kata Dermawan. "Sayapmu patah, ya?" lanjut Dermawan berbicara dengan burung pipit itu. Ditangkapnya burung tersebut, kemudian diperiksanya sayapnya. Benar saja, sayap burung itu patah. "Biar kucoba mengobatimu," katanya. Setelah diobatinya kemudian sayap burung itu dibalutnya perlahan-lahan. Kemudian diambilnya beras. Burung pipit itu diberinya makan. Burung itu pun menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa hari kemudian, burung itu telah sanggup mengibas-ngibaskan sayapnya, dan akhirnya ia pun terbang.

Keesokan harinya burung pipit itu kembali mengunjungi Dermawan. Di paruhnya ada sebutir biji, kemudian diletakkannya di depan Dermawan. Dermawan tersenyum melihatnya. Biji itu biji biasa saja. Meskipun hanya biji biasa, bahagia juga hatinya mendapatkan pemberian burung itu. Biji itu ditanamnya di belakang rumahnya.

Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Ternyata, yang tumbuh ialah pohon semangka. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan subur. Pada mulanya Dermawan menyangka akan banyak buahnya, alasannya berbagai bunganya. “Kalau bunganya ini semuanya menjadi buah, saya niscaya kenyang makan semangka dan sebagiannya sanggup saya sedekahkan kepada fakir miskin,” kata Dermawan dalam hati berharap. Tetapi aneh, sesudah beberapa ahad semangka itu ia pelihara dengan baik, namun di antara bunganya yang banyak itu hanya satu yang menjadi buah. Meskipun hanya satu, semangka itu semakin hari semakin besar, jauh lebih besar dari semangka umumnya. Dermawan tergiur melihat semangka besar itu. “Kelihatannya sedap sekali semangka ini. Mmm….harum sekali baunya,” ucap Dermawan sesudah mencium semangka itu.

Beberapa hari kemudian, tibalah saatnya semangka itu dipanen. Dermawan memetik buah semangka itu. “Wah…, bukan main beratnya semangka ini,” gumam Dermawan sambil terengah-engah mengangkat semangka itu. Kemudian ia membawa semangka itu masuk ke dalam rumahnya, dan diletakkannya di atas meja. Lalu dibelahnya dengan pisau. Setelah semangka terbelah, betapa terkejutnya Dermawan. “Wow, benda apa pula ini?” tanya Dermawan penasaran. Ia melihat semangka itu berisi pasir kuning yang bertumpuk di atas meja. Disangkanya hanya pasir biasa. Setelah diperhatikannya dengan sungguh-sungguh, ternyata pasir itu ialah emas urai murni. Dermawan pun menari-nari alasannya girangnya. Ia tidak sadar kalau dari luar rumahnya ada seekor burung memperhatikan tingkahnya. Setelah burung itu mencicit, gres ia tersadar. Ternyata, burung itu ialah burung pipit yang pernah ditolongnya. "Terima kasih! Terima kasih!" seru Dermawan dengan senangnya. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.

Keesokan harinya, Dermawan membeli rumah yang manis dengan pekarangan yang luas sekali. Semua orang miskin yang tiba ke rumahnya diberinya makan. Meskipun setiap hari dan setiap ketika orang-orang miskin tersebut tiba ke rumahnya, Dermawan tidak akan jatuh miskin ibarat dahulu. Uangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah-ruah. Tersiarlah kabar di seluruh kampung bahwa Dermawan sudah tidak miskin lagi.

Suatu hari, isu keberhasilan Dermawan terdengar oleh abangnya, Muzakir. Rupanya hal ini menciptakan Muzakir iri hati. Ia pun ingin mengetahui diam-diam keberhasilan adiknya, kemudian ia pergi ke rumah Dermawan. Di sana Dermawan menceritakan secara jujur kepada Muzakir wacana kisahnya.

Mengetahui hal tersebut, Muzakir eksklusif memerintahkan orang-orang gajiannya mencari burung yang patah kakinya atau patah sayapnya di mana-mana. Namun hingga satu ahad lamanya, tak seekor burung pun yang mereka temukan dengan ciri-ciri demikian. Muzakir sungguh murka dan tidak sanggup tidur. Ia gelisah memikirkan bagaimana caranya mendapatkan burung yang patah sayapnya. Keesokan paginya, Muzakir mendapat akal. Diperintahkannya seorang gajiannya untuk menangkap burung dengan apitan (sumpit). Tentu saja sayap burung itu menjadi patah. Muzakir kemudian berpura-pura kasihan melihatnya dan membalut luka pada sayap burung itu. Setelah beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan terbang. Tak lama, burung itu kembali kepada Muzakir untuk memperlihatkan sebutir biji. Muzakir sungguh gembira. Dalam hatinya, ia selalu berharap semoga cepat menjadi kaya, “Ah, sebentar lagi saya akan menjadi kaya-raya dan melebihi kekayaan si Dermawan,” kata Muzakir dalam hati tak mau kalah.

Biji pemberian burung ditanam Muzakir di tempat yang terbaik di kebunnya. Tiga hari kemudian, tumbuh pula pohon semangka yang subur dan berdaun rimbun. Buahnya pun hanya satu, ukurannya lebih besar dari semangka Dermawan. Beberapa bulan kemudian, tibalah waktunya semangka itu dipanen. Dua orang gajian Muzakir dengan susah payah membawanya ke dalam rumah alasannya beratnya. Muzakir sudah tidak sabar lagi ingin melihat emas urai murni berhamburan dari dalam semangka itu. Ia pun segera mengambil parang. Ia sendiri yang akan membelah semangka itu. Baru saja semangka itu terpotong, menyemburlah dari dalam buah itu lumpur hitam bercampur kotoran ke muka Muzakir. Baunya busuk ibarat bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruangan itu tidak luput dari siraman lumpur dan kotoran yang ibarat bubur itu. Muzakir berlari ke jalan raya sambil muntah-muntah, alasannya tidak tahan dengan bacin lumpur itu. Orang yang melihatnya dan mencium bacin yang busuk itu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan dengan riuhnya. Dermawan menjadi sangat aib ditertawakan oleh orang-orang di sekitarnya.

* * *

Dari dongeng di atas, sanggup dipetik hikmahnya bahwa sekecil apa pun pemberian orang, harus kita terima dengan bahagia hati. Karena kita mana tahu, kalau benda kecil itu sangatlah berharga. Hal ini tercermin pada sifat Dermawan ketika ia mendapatkan biji kecil dari burung pipit. Ia menerimanya dengan bahagia hati, dan ia tidak menyangka kalau biji kecil itu akan menjadi emas urai murni.

Hikmah lain yang sanggup diambil dari dongeng di atas ialah menjadi orang gemar memberi memang membutuhkan suatu pengorbanan, baik materil maupun moril. Pengorbanan tersebut hanya Allah SWT saja yang sanggup menggantinya, itu sangat cepat dan tiba dari arah yang tidak pernah kita duga. Hal ini tercermin pada sifat Dermawan yang suka menolong fakir miskin meskipun ia sendiri ikut menjadi miskin. Namun, semua pengorbanan yang telah dilakukan Dermawan tersebut dibalas oleh Allah SWT, yang jumlahnya jauh lebih banyak dari apa yang telah ia dermakan.

Sebaliknya, jikalau kita menjadi orang yang loba, kikir, tidak mau memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan, maka Allah SWT enggan untuk membalasnya dengan kebaikan. Seperti yang dialami oleh Muzakir, alasannya ia suka menumpuk-numpuk harta dan tidak mau bersedekah kepada fakir miskin, maka Allah membalasnya dengan kehinaan. Ia menjadi terkucilkan dari masyarakat di sekitarnya. Ketika ia berharap mendapat emas, lumpur berbau bangkai yang ia peroleh, dan orang-orang di sekitarnya pun menertawakannya.

Harta datangnya dari Allah SWT Yang Maha Pemberi Rezeki dan Mahakaya. Harta itu dititipkan kepada insan semoga mereka sanggup bersedekah dan bersedekah dengan nrimo semata-mata alasannya mengharap keridaan-Nya. Dengan demikian, insan akan mendapatkan tanggapan pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat daripada-Nya. Oleh alasannya itu, marilah memperbanyak sedekah dan membantu orang lain, terutama orang-orang yang tidak seberuntung kita. Senang jadi dermawan, kejutan akan tiba tiap saat, hidup menjadi semakin indah dan dunia akan tersenyum melihat kita.

Sumber :
www.mail-archive.com
melayu online

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel