Kabupaten Trenggalek
Trenggalek ialah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pusat pemerintahan berada di Trenggalek kota. Kabupaten ini menempati wilayah seluas 1.205,22 km² yang dihuni oleh ±700.000 jiwa. Letaknya di pesisir pantai selatan dan memiliki batas wilayah sebelah utara dengan Kabupaten Ponorogo; Sebelah timur dengan Kabupaten Tulungagung; Sebelah selatan dengan pantai selatan; dan Sebelah barat dengan Kabupaten Pacitan.
Budaya dan Pariwisata
Trenggalek memiliki banyak tempat peristirahatan dan tempat wisata yang memiliki keindahan yang masih orisinil belum terubah oleh keadaan zaman, contohnya goa, pantai, dan pegunungan yang asri.
Gua Lawa. Merupakan salah satu gua terbesar dan terpanjang di Asia Tenggara.
Pantai Prigi. Pusat pariwisata dan perekonomian warga Kecamatan Watulimo. Terdapat tempat pelelangan ikan dan merupakan Pelabuhan Nusantara.
Pantai Pasir Putih. Kurang lebih 2 km dari Pantai Prigi. Terkenal alasannya ialah pasirnya yang putih bersih.
Pantai Pelang. Pantai yang terletak di Kecamatan Panggul ini memiliki keindahan yang luar biasa. Memiliki riam dan pulau kecil-kecil yang indah.
Larung Sembonyo. Upacara adat pesisir yang selalu menarik perhatian wisatawan asing maupun domestik. Diadakan setahun sekali di Pantai Prigi.
Pantai Blado. Terletak di Kecamatan Munjungan, merupakan tempat wisata alami yang berada di arah Selatan dari Kota Trenggalek, Yang populer dengan pusatnya flora Cengkih dan Durian.
Upacara Dam Bagong. Diadakan setiap tahun sekali dengan mempersembahkan kepala kerbau untuk di larung di Kali Bagong.
Candi Brongkah. Merupakan candi yang berisi sejarah asal usul Trenggalek.
Alun-alun Kota. Sarana rekreasi keluarga yang selalu ramai dikunjungi warga Trenggalek, terutama pada malam minggu, serta pada hari hari menjelang proklamasi kemerdekaan RI dimana di alun alun kota trenggalek diadakan bazaar dan taman hiburan rakyat yang sanggup menghibur anak anak maupun orang dewasa
Tari Turangga Yaksa. Merupakan tarian khas Kabupaten Trenggalek.
Sejarah
Salah satu tokoh populer di Trenggalek ialah Dyan Arya Menak Sopal lebih dikenal dengan nama Menak Sopal, salah seorang bupati atau penguasa Trenggalek. keterangan resmi mengenai Menak Sopal belum banyak ditulis, akan tetapi situs berupa makam sanggup dijumpai di dusun Bagong, kelurahan Ngantru, kecamatan Trenggalek. Menak Sopal dikenal sebagai hero bagi kaum tani di Trenggalek, usahanya untuk membangun sebuah dam atau waduk beserta jalan masuk irigasi yang menyertainya bermetamorfosis sebuah legenda yang mengiringi tradisi sedekah bumi yang hingga ketika ini dilaksanakan oleh kaum tani di kelurahan Ngantru pada bulan Sela. konon, ketika membangun waduk tersebut, Menak Sopal dan pengikutnya mengalami kesulitan alasannya ialah selalu saja bangunan yang membendung kali Bagong itu jebol. sesudah bertapa beberapa hari akhirnya, Menak Sopal mengetahui kalau penyebab jebolnya bangunan waduk tersebut alasannya ialah ulah siluman bajul putih yang menguasai sungai tersebut. sesudah bertemu dengan siluman bajul putih, hasilnya sang siluman bersedia untuk tidak mengganggu pekerjaan besar Menak Sopal dengan meminta tumbal seekor gajah yang berkulit putih pula. singkat kisah dengan sedikit tipu muslihat, Menak Sopal berhasil menyediakan tumbal Gajah Putih kepada Bajul Putih. Untuk diketahui pemilik Gajah Putih di daerah Wengker hanya ada satu orang yaitu seorang janda di daerah Ponorogo.
Prasasti Kamulan.
Dari jaman Kediri hanya ada beberapa hal yang sanggup dicatat, utamanya pada masa ini munculnya prasasti Kamulan yang terletak di Desa Kamulan Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek.
Bertolak dari prasasti Kamulan dapatlah diajukan suatu masa lahirnya Perdikan Kamulan. Di dalam prasasti Kamulan dicantumkan tahun pembuatannya yaitu tahun 1116 caka atau tahun 1194 masehi. Prasasti tadi dikeluarkan oleh Raja Sarweswara Trikramawataranindita Srngga Lancana Dikwijayotunggadewa atau biasa dikenal dengan nama Kertajaya. Raja inilah yang berhasil mengusir musuh musuhnya dari daerah Katang – katang berkat pertolongan rakyat Kamulan.
Berdasarkan atas prasasti inilah ditetapkan “Hari jadi Kabupaten Trenggalek pada hari” Rabu Kliwon “tanggal 31 bulan Agustus tahun 1194. Hari dan tanggal tersebut dijadikan hari jadi atau hari lahirnya Kabupaten Trenggalek .
Menurut bukti manajemen yang ada di Bagian Pemerintahan Kabupaten Trenggalek, nama-nama Bupati yang pernah menjabat di Kabupaten Trenggalek adalah:
• Jaman Trenggalek Awal
1. Sumotruno (menjabat tahun 1793)
2. Djojonagoro (menjabat tahun …)
3. Mangoen Dirono (menjabat tahun …)
4. Mangoen Negoro I (menjabat tahun 1830)
5. Mangoen Negoro II (menjabat tahun … – 1842)
6. Arjokusumo Adinoto (menjabat tahun 1842 – 1843)
7. Puspo Nagoro (menjabat tahun 1843 – 1845)
8. Sumodiningrat (menjabat tahun 1845 – 1850)
9. Mangoen Diredjo (menjabat tahun 1850 – 1894)
10. Widjojo Koesoemo (menjabat tahun 1894 – 1905)
11. Poerba Nagoro (menjabat tahun 1906 – 1932)
• Jaman Trenggalek Manunggal. Dengan manunggalnya kembali wilayah Pembantu Bupati di Panggul dengan wilayah Pembantu Bupati di Trenggalek, Karangan dan Kampak, maka pada jaman itu Trenggalek merupakan daerah Administrasi dalam arti memiliki wilayah kekuasaan sendiri dan tidak bergabung dengan daerah Kabupaten lainnya. Adapun Bupati yang pernah menjabat pada masa itu hingga kini adalah:
1. Noto Soegito (menjabat tahun 1950)
2. R. Latif (menjabat tahun 1950)
3. Muprapto (menjabat tahun 1950 – 1958)
4. Abdul Karim Dipo Sastro (menjabat tahun 1958 – 1960)
5. Soetomo Boedi K. (menjabat tahun 1965)
6. Hardjito (menjabat tahun 1965 – 1967)
7. Muladi (menjabat tahun 1967 – 1968)
8. Soetran (menjabat tahun 1968 – 1974)
9. Much. Poernanto (menjabat tahun 1974 – 1975)
10. Soedarso (menjabat tahun 1975 – 1985)
11. Haroen Al Rasyid (menjabat tahun 1985 – 1990)
12. Drs. H. Slamet (menjabat tahun 1990 – 1995)
13. Drs. H. Ernomo (menjabat tahun 1995 – 2000)
14. Ir. Mulyadi WR (menjabat tahun 2000 – 2005)
15. Soeharto (menjabat tahun 2005 – 2010)
16. Ir. Mulyadi WR (menjabat tahun 2010 – sekarang)
Tumbuh dan berkembangnya Trenggalek kalau dikaji secara mendalam memang berbeda dengan kabupaten lainnya, meskipun sama-sama daerah mataraman. Akar kata "Treng lan Galih" yang kemudian alasannya ialah imbas bahasa ucapannya menjadi "Trenggalek" ialah sangat cocok dengan wujud dan wataknya bumi Trenggalek. Karena itulah, sebagai doa dan keinginan "Sejarah Trenggalek" selalu diringi dengan slogan "JAYA WIJAYAGUNG TRENGGALEK JAYATI".
CANDI BRONGKAH & SEJARAH
Papan penunjuk Candi Brongkah sanggup dijumpai di ruas jalan Trenggalek-Tulungagung kurang lebih 1 km di barat Pasar Durenan (bila berbelok keselatan menuju Prigi). Dengan mengikuti arah yang ditunjukkan sejauh 300 m, kami pun tiba di lokasi candi. Rupanya candi tersebut berada 3 m dibawah permukaan tanah, sehingga hal pertama yang kami saksikan hanyalah sebuah papan bertuliskan CANDI BRONGKAH di halaman salah seorang warga. Baru sesudah kami mendekat, tampak sebuah kaki candi dengan sedikit genangan air disekelilingnya.
Secara administratif Candi Brongkah berada di Dusun Brongkah, Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan. Lokasinya berada di kaki Gunung Rajekwesi dan berdekatan dengan Sungai/ Kali Ngasinan. Sungai Ngasinan sendiri merupakan jalur perpindahan insan purba dari Pacitan menuju Wajak Tulungagung, sehingga tidak tidak mungkin kalau pada masa-masa selanjutnya timbul peradaban disekitar sungai ini.
Candi Brongkah pertama kali ditemukan pada tahun 1994 ketika pemilik lahan bermaksud menggali sumur. Penemuan ini sempat memperoleh perhatian dari pihak terkait sehingga beberapa arca pentingnya sanggup diamankan. Salah satu arca yang ditemukan diidentifikasi sebagai nandi, sehingga kemungkinan latar belakang Candi Brongkah ialah agama Hindu. Nandi ialah lembu jantan kendaraan Dewa Siwa, salah satu tuhan dalam agama Hindu.
Ditilik dari bentuk kaki candinya, kemungkinan Candi Brongkah termasuk dalam candi-candi langgam Jawa Tengah. Namun kiranya untuk mengidentifikasi bagaimana sebetulnya sejarah candi ini harus melalui penelitian yang akurat, tidak cukup dengan pengamatan sepintas mirip ini. Sejarah Trenggalek sendiri cukup panjang, tercatat semenjak kurun Pu Sindok daerah ini sudah memperoleh perhatian dari Kerajaan Mataram Kuno, sejarah tersebut bahkan terus bergulir hingga kurun Majapahit, sehingga ada banyak kemungkinan terkait latar sejarah Candi Brongkah.
VERSI LAIN LEGENDA DAM BAGONG, TRENGGALEK
Pada zaman dahulu Trenggalek populer daerah yang tandus dan kering, sehingga banyak orang makan nasi tiwul / gaplek. Hal itu mengakibatkan rasa keprihatinan bagi punggawa pemerintahan Kadipaten Trenggalek khususnya Adipati Minak Sopal. Karena rasa tanggung jawabnya terhadap rakyatnya, maka Adipati Minak Sopal punya gagasan untuk membangun Dam supaya airnya sanggup mengaliri sawah-sawah yang ada di wilayah Trenggalek yang dulu populer sawah tadah hujan. Dalam mewujudkan gagasan itu Adipati Minak Sopal membangun Dam di daerah Bagong.
Untuk membangun Dam Bagong tidak gampang alasannya ialah arus air dari daerah utara sangat besar sehingga Dam itu jebol dan rusak. Jebol dan rusaknya Dam itu ternyata alasannya ialah ulah dari Penguasa Kawasan Gunung Wilis yang populer sakti berjulukan Raja Bedander. Konon Raja Bedander bermusuhan dengan Adipati Minak Sopal alasannya ialah perebutan wilayah. Untuk itu Raja Bedander mengancam Trenggalek akan dimusnahkan dengan cara mendatangkan air yang besar dari sungai sebelah utara Trenggalek. Karena ada bahaya dari Raja Bedander maka Adipati Minak Sopal berupaya menanggulangi dengan cara membuat Dam Bagong.
Namun sebelum mengulas perihal Dam Bagong perlu kita menyimak kejadian permusuhan Raja Bedander dengan Adipati Minak Sopal. Dulu Raja Bedander memiliki wilayah di daerah lereng Gunung Wilis. Karena ambisinya ia ingin menyebarkan wilayah ke selatan.
Wilayah selatan ialah wilayah daerah Adipati Minak Sopal sehingga terjadi perebutan wilayah. Agar tidak mengorbankan rakyatnya maka Adipati Minak Sopal mengajak bertanding Raja Bedander sabung kesaktian. Karena tantangan dari Adipati Minak Sopal maka Raja Bedander beserta prajuritnya berangkat gotong royong menuju Trenggalek, Karena perjalanannya dari lereng Gunung Wilis sangat jauh, maka rombongan Raja Bedander beristirahat di daerah Srabah dengan menancapkan payungnya di tanah yang hasilnya hingga kini bekas istirahatnya Raja Bedander di Srabah dinamai Watu Payung alasannya ialah ada kerikil yang ibarat payung.
Usai istirahat di Srabah rombongan Raja Bertander meneruskan perjalanan ke selatan. Di selatan desa Srabah rombongan Raja Bedander istirahat lagi .Sambil beristirahat rombongan Raja Bedander menghibur diri dengan diiringi gamelan. Setelah Rasa capeknya sudah hilang rombongan raja berangkat lagi ke selatan. Namun sebelum berangkat gamelan yang dijadikan pengiring hiburan tadi ,di sabda oleh Ia Raja Bedander jadi kerikil yang kini dinamai dengan istilah “ Batu Gong ” atau kerikil gamelan, alasannya ialah di wilayah itu ada batu-batu yang ibarat alat gamelan.
Di sekitar Ngares, tepatnya di tengah-tengah hutan Raja Bedander bertemu dengan Adipati Minak Sopal. Mereka berkelahi sabung kesaktian hingga berhari-hari. Karena kelelahan mereka istirahat, usai istirahat mereka berdua mengajak bertanding lagi dengan cara sabung ayam. Ayam mereka berdua juga sangat sakti, alasannya ialah setiap sabung cakar terjadi percikan api. Namun hasilnya ayam Adipati Minak Sopal menghantam dan mencakar ayam Raja Bedander dengan kerasnya sehingga ayam itu jatuh terduduk. Setelah jatuh terduduk ada kejadian asing bahwa ayam Raja Bedander menjadi kerikil dan ayam Adipati Minak Sopal menjadi bongkahan besi baja.
Ternyata alasannya ialah kesaktian dari masing-masing penguasa itu, Raja Bedander membuat ayam andal dari kerikil dan Adipati Minak Sopal membuat ayam andal dari besi baja. Untuk itu hingga kini bekas tempat sabung andal itu dinamai “ Watu Jago ”, alasannya ialah di situ ada kerikil ibarat ayam jago.
Nah alasannya ialah merasa belum kalah Raja Bedander mengajak lagi bertanding sabung kesaktian. Namun pada perkelahian kali ini Raja Bedander kena sabetan keris Adipati Minak Sopal . Akhirnya Raja Bedander lari dan darahnya tercecer di jalan. Dia istirahat darah tetap mengalir sehingga tanah itu diberi nama “ Lemah Bang ” yang artinya tanah merah. Raja Bedander walaupun sudah kalah tetap belum mendapatkan kekalahannya bahkanb akan mendatangkan banjir bandang dari lereng Gunung Wilis.
Untuk menjaga bahaya dari Raja Bedander ,maka ada syarat yang harus di lakukan yaitu harus membuat bendungan air. Tempat yang cocok ialah di daerah Bagong, namun memerlukan tumbal.
Hal ini diperoleh wisik (bisikan) dari orang renta Adipati Minak Sopal yang ayahnya siluman Raja Buaya dan ibunya berjulukan Roro Amis. Dari saran orang tuanya itu bahwa Dam (bendungan) tidak akan jebol apabila diberi tumbal gajah putih. Padahal gajah putih yang memiliki hanya Mbok Roro Krandon dari Ponorogo.
maka suatu hari berangkatlah Adipati Minak Sopal ke Ponorogo mau pinjam gajah putih. alasannya ialah cuma meminjam hasilnya Mbok Roro Krando menunjukkan gajah putih itu pada Adipati Minak Sopal, dan Adipati juga berjanji akan mengembalikanny ( mbok roro krandon tidak mengetahui kalau gajah putih itu di jadikan tumbal ). Gajah Putih itu sebelum dijadikan tumbal dikandangkan di daerah Gempleng yang hingga kini peninggalannya diberi nama “Watu Kandang”.
Pada suatu hari Gajah Putih dibawa ke Dam Bagong untuk disembelih dan dibuang dalam Dam (bendungan) itu. Wal hasil memang bendungan itu besar lengan berkuasa dan tidak jebol.
Namun Mbok Roro Krandon menjadi cemas kalau Adipati Minak Sopal tidak menepati janji, untuk mengembalikan gajah putih miliknya belum juga dikembalikan, sehingga Mbok Roro Krandon menunggu di Gunung perbatasan Ponorogo-Trenggalek. Bahkan alasannya ialah terlalu usang menunggu tongkat Mbok Roro Krandon dimakan ngengat (rayap), sehingga menjadi lapuk (bubuken). Wal hasil tidak kunjung tiba sehingga bekas tempat menunggu Mbok Roro Krandon itu dinamakan “ Gunung Sebubuk ”.
Mendengar Gajah Putih miliknya disembelih untuk tumbal bendungan atau Dam Bagong maka Mbok Roro Krandon iklas demi keamanan dan kesejahteraan rakyat Trenggalek.Untuk itu hingga kini adat menyembelih gajah masih dilakukan. Karena kini Gajah sudah langka, apalagi yang warna puih, Maka setiap tahunnya diganti dengan kerbau. Dimana proses situ berlangsung sacral dan meriah.
Pada ketika itu di lokasi Dam Bagong diadakan penyembelihan kerbau, kepala dan kaki dibuang ke bendungan Dam Bagong untuk diperebutkan oleh orang-orang. Sedangkan dagingnya dimasak untuk menjamu para undangan.
Di malam hari diadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk hingga pagi harinya dilaksanakan prosesi ruwatan dengan tujuan supaya seluruh masyarakat Trenggalek terhindar dari tragedi dan ditingkatkan kesejahteraannya.
Demikian kisah perihal asal mula Dam Bagong yang berada di Kelurahan Ngantru Kecamatan / Kabupaten Trenggalek.