INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Tanjung Menangis


Cerita Rakyat dari Halmahera
Genre : Legenda



Dahulu kala terdapat kerajaan besar di Pulau Halmahera. Rajanya belum usang meninggal dunia. Ia meninggalkan dua anak pria dan satu anak perempuan. Mereka berjulukan Baginda Arif, Putra Baginda Binaut, dan Putri Baginda Nuri. 

Putra Baginda Binaut sangat menginginkan kedudukan sebagai raja untuk menggantikan ayahnya. Keinginan itu disampaikan kepada patih kerajaan. 

“Aku harus menggantikan kedudukan ayahku.” Kata Binaut kepada sang Patih dengan penuh keyakinan.

Agar sang Patih ikut mendukung planning tersebut, maka Binaut memberi kesepakatan bahwa jabatan sang Patih akan tetap dipertahankan, dan ia akan diberi hadiah emas berlian. Berkat bujuk rayu dan kesepakatan itulah, Sang Patih bersedia mendukung Binaut menjadi raja. Sang Patih segera mengatur para pengawal kerajaan untuk menangkap Sri Baginda Ratu, Putra Baginda Arif dan Putri Baginda Nuri. Setelah ditangkap, mereka dijebloskan di penjara bawah tanah.

“Kanda Binaut benar-benar kejam! Tamak! Tak tahu diri!” umpat Putri Baginda Nuri dengan penuh emosi. Namun, Sri Baginda Ratu meminta semoga Nuri bersabar dan tawakal dalam menghadapi cobaan ini. “Yang benar akan tampak benar dan yang salah akan tampak salah. Dan yang salah itu, kelak akan mendapat eksekusi yang setimpal,” kata Sri Baginda Ratu menghibur dengan penuh keibuan, betapapun sangat sakit hati melihat kekejaman putra kandungnya.

Binaut merasa besar hati sesudah menjebloskan ibu dan saudara kandungnya ke penjara. Ia mengumumkan kepada rakyat kerajaan bahwa Sri Baginda Ratu dan putra-putrinya mengalami musibah di laut. Saat itu pula, Putra Baginda Binaut minta kepada para pembesar istana untuk segera dilantik menjadi raja. Sejak itu, Sri Baginda Binaut bersikap besar kepala dan tinggi hati. Ia menganggap sebagai raja yang paling berkuasa di muka bumi ini.



Demi kepentingan dirinya, ia memerintahkan kepada seluruh rakyat kerajaan semoga bekerja ulet untuk membangun istana megah. Selain itu, diberlakukan aneka macam pungutan pajak, diantaranya pajak hasil bumi, pajak hewan, pajak tanah. “Bukan main! Raja Binaut penghisap dan penindas rakyat!” kata salah seorang penduduk kepada yang lain. Mereka mengeluh dengan peraturan yang dikeluarkan Raja Binaut yang sangat merugikan rakyat. Tetapi, mereka takut membantah, apalagi berani melawan perintah raja, niscaya kena eksekusi berat.

Ada seorang pelayan istana raja berjulukan Bijak. Ia melarikan diri dari istana dan membentuk sebuah pasukan tangguh melawan raja Binaut. Paling tidak, mereka sanggup membebaskan Sri Baginda Ratu dan putra-putrinya. “Kita harus segera bertindak menyelamatkan mereka,” kata Bijak dengan penuh harap. Hal ini didukung teman-temannya. 



Waktu itu, banyak para pegawai istana yang telah membelot bergabung dengan Bijak. Bijak pun telah mempelajari bagaimana mengadakan evakuasi itu. Bila evakuasi berhasil, direncanakan mengadakan penyerangan ke istana Raja Binaut. Berkat kepemimpinan Bijak, dalam sekejap mereka berhasil menyelamatkan Sri Baginda Ratu dan putra-putrinya yang dipenjara Binaut. Mereka eksklusif dibawa ke hutan.

“Kuucapkan terima kasih tak terhingga,” ucap Sri Baginda Ratu dengan tersendat. Mereka tampak kurus kering alasannya ialah selama dipenjara di bawah tanah jarang makan dan minum. Bijak pun memberikan kepada Sri Baginda Ratu akan mengadakan penyerangan ke istana. Tetapi, Sri Baginda Ratu tidak setuju, ia tidak mau berlumuran darah bangsanya sendiri. Ketamakan, kebengisan, iri dan dengki akan kalah dengan doa permohonan yang disampaikan kepada Tuhan.

Raja Binaut berlaku semena-mena terhadap rakyatnya. Sang Patih yang selalu mendukung keputusan Raja Binaut lama-kelamaan tidak bahagia dengan sikap Raja. Tetapi ia tidak berani mengeluarkan sikap yang melawan. Kalau itu dilakukan niscaya ia eksklusif dipecat dan dijebloskan penjara. Saat itu penjara penuh dengan tahanan. “Siapa yang melawan Raja, eksekusi penjaralah tempatnya.” Itulah kesombongan Raja Binaut. Karena ia merasa yang paling berkuasa dan paling tinggi.

Namn tak disangka, sebuah petaka terjadi. Sebuah gunung meletus dengan sangat dahsyat. Lahar panas mengalir ke segala penjuru. Istana Raja Binaut pun menjadi sasaran lahar panas. Ternyata sebagian besar lahar panas telah meluluh lantakkan bangunan istana yang gres saja selesai dibangun dari hasil keringat rakyat. 



Raja Binaut kebingungan mencari perlindungan. Ia lari pontang-panting tak tahu arah tujuan.Anehnya, lahar seakan-akan mengejar kemanapun Raja  Binaut lari. “Tolong-tolong!” teriak Binaut. Lahar panas itu bertahap melekat di kaki Binaut. Seketika itu juga kakinya melepuh dan kulitnya terkelupas. Ia berusaha untuk tidak berhenti berlari. Lahar panas mulai menjalar ke tubuhnya. Ia sangat tersiksa. Ketika ia mengalami siksaan lahar panas itu ia ingat ibunya. Ia mohon ampun. “Ampunilah aku, bu! Maafkanlah aku, bu! Aku sudah tidak besar lengan berkuasa menanggung penderitaan ini! Aku tidak akan mengkhianati ibu, abang Arif dan adik Nuri lagi. Maafkanlah aku! Ibu! Ibu!” teriak Binaut alasannya ialah kesakitan. Namun teriakan itu hilang perlahan-lahan dan kesudahannya ia meninggal.

Jasad Binaut terdampar di sebuah pantai. Seketika itu juga kawasan itu bermetamorfosis sebuah Tanjung. Konon, tanjung itu sering terdengar orang menangis minta belas kasihan alasannya ialah mengalami siksaan yang amat sangat. Kini kawasan terdamparnya Binaut itu dinamakan Tanjung Menangis.

Moral : Moral : Sifat iri, dengki dan tamak akan membawa celaka dan pembalasan setimpal. Karenanya jauhilah sifat-sifat tersebut.


Sumber : Elexmedia



INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel