INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Ular Dandaung



Cerita Rakyat dari Kalimantan Selatan
Genre : Dongeng


Di kisahkan pada dahulu kala ada sebuah kerajaan besar dan termasyhur di wilayah Kalimantan Selatan. Letak kerajaan tersebut diapit dua buah gunung dan dialiri sebuah sungai besar. Tanahnya sangat subur dan rakyatnya hidup makmur. Hasil kekayaan alamnya melimpah ruah. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raya yang adil dan bijaksana. Beliau memiliki permaisuri dan tujuh putri yang cantik. Kekayaan alam yang dimiliki bukan untuk kepentingan keluarga Raja, melainkan untuk kesejahteraan rakyat. Rakyat mengolah lahan pertanian sesuai dengan hak yang mereka miliki. Tidak pernah terjadi sengketa antar penduduk. Mereka hidup rukun dan damai.


"Ada burung raksasa!", teriak penduduk negeri yang melihat burung raksasa itu. Mereka tidak tahu darimana asalnya burung raksasa yang tiba-tiba tiba mengamuk itu. Burung raksasa itu sangat menakutkan, paruhnya besar dan tajam mengkilat. Sekali mematuk insan eksklusif menemui ajal.

Cakarnya sanggup eksklusif mencengkram puluhan orang dan dibentuk tak berdaya. Kepak sayapnya menciptakan hampir seluruh wilayah negeri menjadi gelap gulita. Seluruh rakyat negeri itu menjadi panik dan kalang kabut.

"Kita harus melawan burung raksasa itu?" kata Mahapatih kepada Sri Baginda Raja. Sri Baginda Raja segera mengirim ribuan prajurit pilihan untuk menghancurkan burung raksasa itu. Bermacam senjata diarahkan ke badan burung raksasa itu, namun sia-sia. Bahkan burung raksasa itu semakin membabi buta, mengamuk bagai banteng terluka. Tak seorang prajuritpun selamat, demikian penduduk negeri. Sawah dan ladang menjadi porak poranda. Keadaan negeri yang rukun dan hening itu, bagaikan kalah perang.

Melihat kerajaan yang sudah hancur luluh lantak dan tak ada lagi rumah, sawah, maupun harta benda yang tersisa, semuanya itu menciptakan rakyat menjadi semakin tersiksa. Maka dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, prajurit dan rakyat yang sempat melarikan diri pundak membahu menyusun kekuatan dan mengumpulkan senjata apa saja untuk melawan burung raksasa yang jahat itu. Berkat kekompakan dan kerjasama antara prajurit dan rakyat yang mati-matian melawan burung raksasa, akibatnya burung raksasa kelelahan dan menghentikan serangannya. Rakyat bersyukur kepada Tuhan untuk sementara terhindar dari serangan burung raksasa.


Beberapa hari kemudian, mereka dikejutkan oleh kedatangan seekor ular raksasa. Ular itu membuka mulutnya lebar-lebar dan menjulurkan pengecap berbisa dihadapan keluarga Raja yang sangat ketakutan. 

"Jangan takut Baginda, hamba tidak akan membunuh Baginda dan keluarga, asalkan Baginda sudi mengabulkan permohonan hamba," kata ular itu sambil mendesis.

Mendengar ucapan ular raksasa yang memberi tanda tidak akan membahayakan keluarganya, Sri Baginda memberanikan diri berkata pada ular raksasa. "Siapakah engkau ? Dan apa keinginanmu ?," tanya Baginda Raja.

"Nama hamba Ular Dandaung," jawab ular raksasa dengan penuh hormat.

"Hamba ingin memperistri salah seorang putri Baginda," lanjutnya. 

Tentu saja keluarga Raja terperanjat. Bahkan putri sulung dan kelima adiknya menjerit ketakutan sambil merangkul ibundanya. Namun, Sri Baginda tenang dan berusaha menguasai keadaan semoga jangan hingga suasana menjadi kacau. Sri Baginda berpikir sejenak sambil mengatur nafas. Beliau ingin mencari jalan keluar yang terbaik, lantaran jikalau ia salah langkah, niscaya jiwa mereka terancam. 

"Aku tidak menolak, tetapi juga tidak mendapatkan permintaanmu," kata Sri Baginda setengah kebingungan. 

"Aku harus bertanya kepada putri-putriku," tambahnya. Mendengar tanggapan Sri Baginda itu, mata Ular Dandaung bersinar-sinar menyerupai mengharapkan kepastian dari salah seorang putri Raja.

Namun putri-putri Raja dari yang sulung hingga putri keenam tidak mau mendapatkan pinangan Ular Dandaung. 

"Aku tidak mau kawin dengan ular yang menjijikkan !,". "Cih !. Lebih baik saya mati, daripada kawin dengannya", begitulah kata-kata yang keluar dari putri-putri Baginda Raja. 

Akhirnya,"Aku bersedia menjadi istrinya," jawab Putri Bungsu sambil bersimpuh di depan ayahandanya. 

Akhirnya, Putri Bungsu dan Ular Dandaung diumumkan sebagai suami istri yang sah. Tentu saja banyak olok-olokan maupun cemooh dari keenam kakaknya, namun ia jawab dengan senyuman manis.


Pada suatu malam, Putri Bungsu tiba-tiba terbangun dan terkejut melihat yang berada di sampingnya bukan Ular Dandaung, melainkan seorang cowok tampan dan gagah perkasa berbusana Raja. 

"Jangan terkejut, saya suamimu. Kau telah menolongku bebas dari kutukan," kata Ular Dandaung meyakinkan. Setelah Putri Bungsu tenang, Ular Dandaung lalu bercerita bahwa ia dikutuk lantaran kesalahannya. Ia akan terbebas dari kutukan apabila sanggup memperistri seorang putri raja, dan ia berhasil. 



Melihat insiden itu, keenam abang Putri Bungsu menyesal. Namun nasi telah menjadi bubur.

Ular Dandaung ternyata seorang yang sakti mandraguna. Melihat kerajaan mertuanya porak poranda ia eksklusif turun tangan. Ia segera mencari kawasan Burung Raksasa. Terjadilah pertempuran hebat. Ular Dandaung mengerahkan segala kesaktiannya dan akibatnya berhasil membinasakan burung raksasa. Sejak ketika itu, desa tersebut menjadi kondusif dan tenteram kembali.



Moral : Setiap insiden jelek yang menimpa niscaya akan ada hikmahnya. Kerelaan dan keikhlasan serta tujuan mulia Putri Bungsu mendapatkan Ular Dandaung menjadi suaminya menyebabkan sesuatu menjadi baik kembali. Jadi, apa yang tampak jelek pada lahirnya belum tentu jelek pada isinya.


Sumber : Cerita Asli Indonesia Elexmedia

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel