INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Ratu Sima

Shima yaitu ratu penguasa Kerajaan Kalingga yang terletak di pantai utara Jawa Tengah sekitar tahun 674 Masehi. Ia menerapkan aturan yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk mendorong supaya rakyatnya senantiasa jujur. Tradisi mengisahkan seorang raja asing yang meletakkan kantung berisi emas di tengah-tengah persimpangan jalan erat alun-alun ibu kota Kalingga. Raja asing ini melaksanakan hal itu lantaran ia mendengar kabar perihal kejujuran rakyat Kalingga dan berniat menguji kebenaran kabar itu. Tidak seorangpun berani menyentuh kantung yang bukan miliknya itu, hingga suatu hari tiga tahun kemudian, seorang putra Shima, sang putra mahkota secara tidak sengaja menyentuh kantung itu dengan kakinya. Mulanya Sang Ratu menjatuhkan eksekusi mati untuk putranya, akan tetapi para pejabat dan menteri kerajaan memohon supaya Sang Ratu mengurungkan niatnya itu dan mengampuni sang pangeran. Karena kaki sang pangeran yang menyentuh barang yang bukan miliknya itu, maka Ratu menjatuhkan eksekusi memotong kaki sang pangeran.

Menurut Carita Parahyangan Cicit Ratu Shima yaitu Sanjaya yang menjadi Raja Galuh, dan berdasarkan Prasasti Canggal yaitu pendiri Kerajaan Medang di Mataram.
Berdasarkan Naskah Wangsakerta disebutkan bahwa Ratu Shima berbesan dengan penguasa terakhir Tarumanegara.
Kerajaan Kalingga
Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) yaitu sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar kala ke-6 masehi. Sumber sejarah kerajaan ini , kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada kala ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada kala ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal mempunyai peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Cerita Parahayangan
Berdasarkan naskah Carita Parahyangan yang berasal dari kala ke-16, putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang berjulukan Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani Shima mempunyai cucu yang berjulukan Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa mempunyai anak yang berjulukan Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Setelah Maharani Shima meninggal pada tahun 732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan mempunyai putra yaitu Rakai Panangkaran.
Pada kala ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan perihal Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan catatan dari negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi belahan jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing berpengaruh jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.
Fakta
Di Puncak Rahtawu (Gunung Muria) erat dengan Kecamatan Keling, Jepara di sana terdapat empat arca batu, yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Sampai kini belum ada yang bisa memastikan bagaimana mengangkut arca tersebut ke puncak itu mengingat medan yang begitu berat. Pada tahun 1990, di seputar puncak tersebut, Prof Gunadi[3] dan empat orang tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta) menemukan Prasasti Rahtawun. Selain empat arca, di daerah itu ada pula enam tempat pemujaan yang letaknya tersebar dari arah bawah hingga menjelang puncak. Masing-masing diberi nama (pewayangan) Bambang Sakri, Abiyoso, Jonggring Saloko, Sekutrem, Pandu Dewonoto, dan Kamunoyoso.
Berita Cina
Berita keberadaan Ho-ling juga sanggup diperoleh dari gosip yang berasal dari zaman Dinasti Tang dan catatan I-Tsing.
Catatan dari zaman Dinasti Tang
Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M - 906 M) memperlihatkan perihal keterangan Ho-ling sebagai berikut.
Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.
Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.
Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah arif menciptakan minuman keras dari bunga kelapa
Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula rino dan gading gajah.

Catatan dari gosip Cina ini juga menyebutkan bahwa semenjak tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu Hsi-mo (Shima). Ia yaitu seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram.
Catatan I-Tsing
Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada kala ke-7 tanah Jawa telah menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana. Di Ho-ling ada pendeta Cina berjulukan Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha ke dalam Bahasa Cina. Ia berhubungan dengan pendeta Jawa berjulukan Janabadra. Kitab terjemahan itu antara lain memuat dongeng perihal Nirwana, tetapi dongeng ini berbeda dengan dongeng Nirwana dalam agama Buddha Hinayana.
Peninggalan Kerajaan Ho-ling adalah:
Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan perihal mata air yang higienis dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar ibarat trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan relasi insan dengan dewa-dewa
Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar kala ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya berjulukan Santanu, ibunya berjulukan Bhadrawati, sedangkan istrinya berjulukan Sampula. Prof. Drs. Boechari beropini bahwa tokoh yang berjulukan Dapunta Selendra yaitu cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Candi Angin
Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Candi Bubrah, Jepara
Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Kedua temuan prasasti ini memperlihatkan bahwa daerah pantai utara Jawa Tengah dahulu berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais. Catatan ini memperlihatkan kemungkinan adanya relasi dengan Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa Tengah Selatan.
SEJARAH SINGKAT RATU SHIMA
Sejak dulu ternyata Kota Jepara telah menghasilkan 3 tokoh perempuan yang sangat tangguh dan fenomenal yang tercatat dalam sejarah Indonesia, yaitu Ratu Shima, Ratu Kalinyamat serta RA Kartini. Presiden Soekarno pada tanggal 2 Mei 1964 sosok RA. Kartini dinyatakan sebagai jagoan nasional.
Secara histioris Ratu Shima berasal dari kerajaan Kalingga (sekitar kala ke 6). Ratu Shima merupakan sosok pimpinan yang jujur adil dan tegas sehingga sangat dicintai oleh rakyatnya. Sebagai penguasa tunggal di Kerajaan Kalingga, Ratu Shima dikenal mempunyai peraturan yang tegas soal pencurian. Hukum potong tangan diterapkan bagi siapa saja yang mencuri barang milik orang lain. Hukum yang dibentuk itupun berlaku untuk seluruh rakyat termasuk keluarga kerajaan. Sebuah bentuk persamaan hak di mata hukum. Salah satu perundangan yang benar-benar dipegang teguh yaitu potong tangan terhadap para pencuri, meski yang melaksanakan hal itu anaknya sendiri sekali pun.
Ratu Shima yaitu ratu penguasa Kerajaan Kalingga yang terletak di pantai utara Jawa Tengah sekitar kala 6 M. Ia menerapkan aturan yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan, dan mengajarkan rakyatnya senantiasa jujur.

Nyidam
Nyidam merupakan hal yang lumrah bagi perempuan hamil. Siapa saja tatkala hamil seringkali mencicipi yang namanya Nyidam. Bahkan, seorang ratu pun bisa mencicipi nyidam ketika hamil. Nyidam selalu diidentikan dengan permintaan atau cita-cita yang aneh-aneh. Sehingga, seringkali membutuhkan pengorbanan untuk memenuhi nyidam itu. Meski sulit dan butuh pengorbanan nyidam harus terpenuhi, bila nyidamnya tidak terpenuhi, mitos yang beredar luas di masyarakat, konon kelak ketika si jabang bayi lahir akan selalu ngiler (mengeluarkan air liur).
Sebagai wanita, Ratu Shima kala tengah mengandung tujuh bulan pun mengalami rasa nyidam. Meskipun seorang ratu, Ratu Shima kala itu nyidam buah kecapi. Buah yang rame rasanya, manis-asam-segar. Sang Ratu Shima ingin mencari dan memetik sendiri buah yang diingini itu. Ratu Shima tak ingin mengutus punggawanya mencarikan buah tersebut. Pasalnya, Ratu Shima khawatir bila mengutus punggawanya, begitu kembali ke hadapannya buah yang diingini sudag tidak segar lagi.
Dari Keling rombongan berjalan kaki menuju ke arah barat. Setengah hari berjalan Ratu Shima belum juga menemukan buah yang diidamkan itu. Beberapa desa pun sudah dilewati, tapi hasil pencariannya itu masih nihil. Saat datang di suatu wilayah yang banyak ditumbuhi pohon rembulung, Ratu Shima beserta pengikutnya beristirahat. Kini tempat yang dijadikan peristirahatan tersebut diberi nama Desa Bulungan. Setelah rasa lelah hilang, rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke arah selatan. Baru berjalan beberapa waktu, para punggawa Ratu Shima berteriak, "kecapi... kecapi....kecapi," berulang ulang. Ya, ternyata mereka telah menemukan sejumlah pohon kecapai yang tengah berbuah lebat. Tanpa ragu lagi, Ratu Shima segera turun dari tandunya. Bergegas memetik buah kecapi yang diidamkan itu. Oleh alasannya yaitu itulah, wilayah di sebelah selatan Desa Bulungan itu kini dinamakan Desa Kecapi

Ada beberapa hal penting yang bertautan positif antara Kerajaan Kalingga yang bercorakkan Hindu Siwais dengan dunia peradaban islam , yaitu dalam sejarah Islam pada tahun 30 Hijriyah atau 651 M Khalifah Ustman bin Affan pernah mengirimkan utusanya ke Daratan Cina dengan misi mengenalkan islam, waktu itu hanya berselang 20 tahun dari wafanya Rasulullah SAW dan utusan tersebut sebelum hingga tujuan bersinggah dulu di Nusantara.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan ( 644-657 M) juga pernah mengutus delegasinya berjulukan Muawiyah bin Abu Sufyan pernah mengirimkan utusanya ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada ketika itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini yaitu raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam, kemudian kalangan aristokrat Jawa yang memeluk islam yaitu Rakeyan Sancang seorang Pangeran dari Tarumanegara, Rakeyan Sancang hidup pada kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (656-661) .
Rakeyan Sancang diceritakan, pernah turut serta membantu Imam Ali dalam pertempuran menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara, serta ikut membangun kekuasaan Muslim di Iran, Afghanistan dan Sind (644-650 M). Kemudian yang tercatat dalam sejarah raja Sriwijaya yang masuk islam yaitu Sri Indravarman sehabis kerusuhan Kanton meletus dimana banyak imigran muslim Cina masuk ke wilayah Sriwijaya yang terjadi pada Islam masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Umayyah).

KISAH LAINNYA...
Bila dilihat dari sejarah keberadaan Kerajaan Kalingga, pada pemerintahan Ratu Shima telah terjadi kontak perdagangan dan keagamaan antara Kerajaan Kalingga dengan dengan para peadagang Gujarat yang sebagian besar dari para pedagang Arab dan Persia, kemudian relasi Kalingga dengan Cina yang juga telah terurai dalam dongeng Dinasti Tang dan dongeng I-Tsing.
Terjadinya kontak dagang dan keagamaan ini yaitu masuk akal mengingat kerajaan Kalingga yaitu kerajaan yang besar yang terletak di daerah Pantai Utara Jepara sehingga Ratu Shima dalam memimpin pemerintahan pada ketika itu sudah bisa menyerap aneka macam informasi dari dunia luar baik dari Tanah Arab dan Persia (Iran) maupun dari Daratan Cina bahkan Ratu Shima sudah mengetahui agama tauhid yang dibawa Nabi Muhammad SAW, hal ini lantaran hanya ada sedikit selisih tahun semenjak kelahiran Nabi, Nabi Muhammad SAW lahir 20 April 571 bila ditambah umurnya yang hanya 63 tahun lebih 3 hari maka 571+63 = 632 M ( Nabi Muhammad SAW wafat 8 Juni 632 M) , sedangkan Ratu Shima sudah ada mulai tahun 567 M, tidak menutup kemungkinan Ratu Shima pernah hidup sejaman dengan Nabi Muhammad SAW.
Pada prinsipnya Ratu Shima tidak menerapkan eksekusi mati/penggal leher pada rakyatnya, melainkan sebatas melaksanakan penerapan eksekusi potong anggota tubuh bagi mereka yang benar-benar melaksanakan tindak kejahatan sebagai imbas jera bagi siapa saja yang melaksanakan tindak kejahatan tanpa pandang bulu walaupun anaknya sendiri sekalipun, hal itu dibuktikan sendiri maklumatnya dengan menjatuhkan eksekusi potong asisten terhadap anaknya sendiri yang telah melaksanakan kesalahan, disamping itu penerapan eksekusi potong tersebut secara tidak eksklusif telah mendidik rakyat dan para pegawai kerajaan untuk senantiasa bersikap jujur dan adil pada diri sendiri, keluarga dan negaranya.
Kondisi penerapan aturan yang adil, tegas dan tidak pandang bulu berimplikasi terhadap turunya tindak kejahatan di wilayah Kerajaan Kalingga yang mendorong terwujudnya contoh tatanan pemerintahan yang stabil, kondusif, aman, nyaman dan sejahtera.

Kisah Lain lagi Ratu Shima
Setelah di teliti alhasil para hebat sejarah menyatakan bahwa Kalingga yaitu sebuah kerajaan yang berada di daerah Keling Jepara, berjulukan Kerajaan Kalingga yang diperintah oleh seorang Ratu berjulukan Shima. Ratu Shima memerintah kerajaan Kalingga dengan sangat keras, tetapi adil dan bijaksana. Semua rakyat tunduk dan tidak ada yang berani melanggar perintahnya, dalam menegakkan keadilan dan hukum, Ratu Shima tidak pandang bulu, potong tangan dan potong kaki. Walaupun dari keluarga kerajaan, tidak pandang bulu.
Dari segi kehidupan Kerajaan Kalingga yang diperintah oleh Ratu Shima, perekonomiannnya sangat maju. Pasar, pelayaran, pelabuhan sangat ramai. Pada kala ke tujuh kerajaan Kalingga sudah memasuki peradaban dan kemajuan yang sangat pesat, serta di kenal hingga di Semenanjung Malaya,Thailand dan Negara Negara di Asia.
Pada tahun 1960 seorang petani di Keling Jepara menemukan benda-benda peninggalan Kerajaan Kalingga berupa cincin, gelang, liontin dan lain-lain. Kala itu saya melihat benda-benda bersejarah tersebut sempat dipamerkan di kota. Benda-benda Ratu Shima bersejarah kemudian diserahkan ke Museum Jakarta. Dengan ditemukannya benda purbakala bersejarah tersebut yaitu bukti bahwa Kerajaan Kalingga yang diperintah oleh Ratu Shima, kerajaannya benar-benar ada di daerah Keling Jepara, bukan daerah Keling Malaya.
Pada tahun 1989 seorang Ustadz berjulukan H. Saidan akan melaksanakan ekspedisi kilas balik keabad ke tujuh. Guna meneliti dan mengambarkan keberadaan Kerajaan Kalingga, di daerah Keling Jepara, sewaktu diperintah oleh seorang Ratu yang adil, bijaksana dan populer hingga di Negara Cina pada zaman Dinasti Tang sekitar tahun 664-665.
Rencana melaksanakan ekspedisi kilas balik telah dipersiapkan dengan matang, si Ustadz akan mendeteksi dan menerawang lokasi dimana kerajaan Holing atau Kalingga pernah berdiri. Persiapan petualangan akan diperkirakan selama tiga hari tiga malam dalam memasuki hutan yang seram dan penuh misteri. Mahluk halus jin, gendruwo, syetan, demit yang di sinyalir banyak gentayangan dan menempati bekas puing-puing kerajaan Kalingga. Ustadz H. Saidan seorang petualang, kemungkinan akan di ganggu oleh orang-orang jahat. Bagi Ustadz H. Saidan tidak ada masalah, ilmu dan kekuatan Asma’ akan bisa menangkis segala kejahatan, sudah dimiliki. Binatang-binatang buas, macan, ular dan lain-lain, tidak ada persoalan sudah di antisipasi. Nasi kering dan air putih telah dibawa untuk memasuki hutan, sebagai bekal konsumsi. Jarak dari kota Jepara ke arah keling sekitar 35 km. Setelah hingga desa sekitar hutan, Ustadz H Saidan disarankan oleh penduduk setempat supaya jangan melanjutkan perjalanan memasuki hutan, lantaran sangat berbahaya. Ustadz H. Saidan telah memasuki hutan lebat yang disinyalir yaitu bekas lokasi Kerajaan Holing/Kalingga. Ustadz H. Saidan telah bersiap memusatkan konsentrasi fokus. Ilmu pertama untuk melihat isi bumi dan langit yaitu ilmu “Membedah bumi dan memeras langit” sehabis itu akan kelihatan isi yang ada dibumi dan di langit terlihat jelas. Lebih akurat dari pada radar, dan alat canggih zaman sekarang.
Akhirnya keluarlah Ratu Shima sosok yang gagah perkasa, tinggi besar menggunakan mahkota bertahta permata dan kerikil merah delima di posisi depan mahkota. Terjadi obrolan panjang, kemudian mahkota dilepas dipakaikan oleh Ratu Shima keatas kepala Ustadz H. Saidan. Satu hal yang luar biasa, begitu Ustadz H. Saidan menggunakan mahkota Ratu Shima, maka dunia terasa ada di pelupuk mata, kelihatan kota di sekitar Jepara, ibarat Kudus, Pati, Rembang, Semarang, dan lebih jauh lagi, terlihat sangat jelas. Itu terjadi ketika Ustadz H. Saidan dalam posisi berada erat sekali dengan Ratu Shima.
Peristiwa luar biasa tersebut dalam keadaan sadar, mata terbuka. Disitulah Ustadz H. Saidan tahu, bahwa kalau melihat fisik, bodi dan wajah. Ratu Shima yaitu seorang laki-laki, bukan seorang perempuan, ternyata “Raja” bukan ibarat dalam buku sejarah.Gagah dan berwibawa. Dua alam menyatu dan bertemu antara Raja Shima dan Ustadz H. Saidan. Kemudian Ustadz H. Saidan diberi benda-benda komplemen yang berwarna kuning mas. Tetapi alhasil perhiasan-perhiasan tersebut dikembalikan ke lokasi semula lantaran bukan dari mas, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Terbukti bahwa kerajaan Holing yang pernah di sinyalir oleh Dinasti Tang dan para hebat sejarah pada tahun 665, berada di semenanjung Keling Malaya, ternyata berada didaerah Keling Jepara Jawa Tengah. Dengan bukti-bukti yang sangat otentik serta melihat keberadaan Raja Shima. Juga pertemuan yang spektakuler Ustadz H.Saidan dengan Raja Shima.

Kisah dari Sumber lain lagi yang serupa
RAJAPUTERI KALINGGA

Di Jawa Tengah, Ratu Sima atau Ratu Simo dengan Kerajaan Kalingganya relatif terkenal. Beberapa kota bahkan sempat mengabadikan nama Sima dan Kalingga sebagai nama jalan di kota-kota tersebut.
Bekas-bekas kerajaan Kalingga hingga ketika ini masih banyak terlihat di daerah Dieng. Sementara itu nama Ratu Sima sendiri juga sering dikaitkan dengan sosok perempuan yang sangat cantik. Namun siapa sebetulnya Ratu Sima ini?
Menurut catatan sejarah, Ratu Sima yaitu isteri Kartikeyasinga yang menjadi raja Kalingga antara tahun 648 hingga dengan 674 M. Ayahanda Kartikeyasinga yaitu Raja Kalingga yang tidak diketahui namanya, yang memerintah antara tahun 632 hingga dengan 648. Sementara itu ibunda Kartikeyasinga berasal dari Kerajaan Melayu Sribuja yang beribukota di Palembang. Raja Melayu Sribuja – yang dikalahkan Sriwijaya tahun 683 M - yaitu kakak dari ibunda Prabu Kartikeyasinga Raja Kalingga .
Kalau suami dan nenek moyang suaminya diketahui asal-usulnya, maka siapa sebetulnya leluhur Ratu Sima sendiri ? Apakah ia seorang perempuan kebanyakan yang lantaran anggun kemudian dipersunting oleh anak raja? Ataukah seorang puteri raja taklukan ? Ataukah mungkin anak raja negeri sobat ? Tidak ada catatan yang jelas. Namun demikian yang hampir sanggup dipastikan, Ratu Sima dengan suaminya merupakan leluhur raja-raja di Jawa Tengah, Jawa Timur dan bahkan Jawa Barat pada periode-periode kemudian.
Ratu Sima, pemeluk Hindu Syiwa, semula yaitu perempuan di diam-diam sewaktu suaminya, Kartikeyasinga, menjadi Raja Kalingga semenjak tahun 648. Ratu Sima dengan Kartikeyasinga mempunyai dua orang anak, yaitu Parwati dan Narayana (Iswara) .
Untuk mempererat persahabatan dengan Galuh dengan maksud untuk menghadapi Sriwijaya yang ketika itu beraliansi dengan Sunda, Kartikeyasinga dan isterinya Ratu Sima menjodohkan anaknya yang berjulukan Parwati dengan Amara (Mandiminyak), anak Raja Galuh Wretikandayun .
Parwati, dari perkawinan tersebut, melahirkan Sanaha pada tahun 661/662 M. Dengan perkawinan itu terbentuklah dua blok yang salin berhadapan, yaitu Blok Sriwijaya-Sunda dan Blok Kalingga-Galuh yang notabene sebetulnya masih termasuk dalam satu rumpun keluarga .
Saat Kartikeyasinga wafat tahun 674, Ratu Sima mengambil alih posisi suaminya sebagai raja hingga dengan tahun 695 M dengan gelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara. Dalam pemerintahannya, menantunya, Mandiminyak dan adik iparnya, Narayana, diangkat menjadi pembantu-pembantunya . Pemeritahan di pusat kerajaan oleh Ratu Sima didelegasikan kepada 4 orang menteri yang mengatur negara beserta 28 negara taklukan yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur .
Saat Ratu Sima menggantikan suaminya sebagai Raja Kalingga, Sriwijaya yang ketika itu dirajai Sri Jayanasa (berkuasa antara tahun 669-692 M) sedang gencar-gencarnya melaksanakan ekspansi. Negeri Melayu Sribuja (beribukota di Palembang), asal ibu mertua Ratu Sima, diserbu oleh Sriwijaya semenjak tahun 670 M. Lantas pada tahun 675, hampir separuh wilayah Kerajaan Melayu diduduki dan alhasil tahun 683 M diduduki secara penuh oleh Sriwijaya dengan mengerahkan tentaranya sebanyak sekitar 2 laksa (20.000 orang) . Dengan demikian Sriwijaya sanggup menguasai seluruh Sumatera dan Semenanjung Malaya . Pada waktu itu undangan tenang dari Sri Jayanasa ditolak oleh Ratu Sima .
Untuk memperkuat persahabatan yang sudah terjalin sebelumnya dengan Kerajaan Galuh dalam upaya menghadapi Sriwijaya, Ratu Sima menyetujui perkawinan Sena dengan Sanaha. Sena yaitu anak Mandiminyak dengan Pohaci Rababu sedangkan Sanaha yaitu anak Mandiminyak dengan Parwati. Perkawinan sedarah ini membuahkan anak yang diberi nama Sanjaya (683 M-754 M)
Menurut sejarah, Ratu Sima – yang janda - sempat dipinang oleh Sri Jayanasa. Ratu Sima menolaknya. Oleh alasannya yaitu itu pada tahun 686 Sriwijaya bermaksud menyerang Kalingga. Mengetahui rencana ini, Tarusbawa, raja Sunda, turun tangan dan mengirim surat kepada Sri Jayanasa bahwa ia tidak baiklah dengan rencana itu. Alasannya yaitu supaya jangan timbul kesan bahwa gara-gara pinangannya ditolak oleh Ratu Sima, maka Sri Jayanasa hendak menyerbu Kalingga. Mau tak mau Sri Jayanasa terpaksa menyetujui usul Tarusbawa, yang juga yaitu saudaranya sendiri. Kapal-kapal Kalingga, yang waktu itu sempat ditahan, dilepaskan sehabis hartanya dirampas. Tindakan Sriwijaya hanya sekedar mengganggu keamanan maritim Kalingga .
Sri Jayanasa Raja Sriwijaya mangkat tahun 692 M dan digantikan oleh Darmaputra (692-704). Sedangkan Ratu Sima mangkat 3 tahun kemudian, yaitu tahun 695 M. Sebelum mangkat, Kerajaan Kalingga dibagi dua. Di belahan utara disebut Bumi Mataram (dirajai oleh Parwati, 695 M-716 M). Di belahan selatan disebut Bumi Sambara (dirajai oleh Narayana, adik Parwati, yang bergelar Iswarakesawa Lingga Jagatnata Buwanatala, 695 M-742 M).
Sanjaya (cucu Parwati) dan Sudiwara (cucu Narayana) kelak menjadi suami isteri. Perkawinan mereka yaitu perkawinan antara sesama cicit Ratu Sima. Anak hasil perkawinan mereka berjulukan Rakai Panangkaran yang lahir tahun 717 M. Dialah yang di kemudian hari menurunkan raja-raja di Jawa Tengah.
Pelajaran yang patut disimak dari riwayat Ratu Sima ini antara lain yaitu :
Ratu Sima termasuk insan yang tidak mau mengalah terhadap kodratnya sebagai wanita. Begitu suaminya meninggal, ia tampil menggantikan. Dalam menghadapi perluasan Sriwijaya, ia juga tegar bahkan membangun aliansi dengan Kerajaan Galuh.
Drangkum dari aneka macam sumber....

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel